Page 123 - InsideTax Edisi 38th (Aksi BEPS: Menangkal Penggerusan Basis Pajak)
P. 123

insideevent






                      Kotak 1 - Insentif dan Disinsentif Pengalihan laba di Negara Berkembang







               Praktik pengalihan  laba telah  menarik perhatian berbagai pihak,  baik pemerintah, organisasi internasional, aktivis
               sosial, maupun media. Hal ini menjadi isu yang penting, karena mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak
               negara  melalui  pemanfaatan  celah  sistem pajak  internasional. Dalam  praktiknya, negara  berkembang  ditengarai
               menjadi pihak yang lebih banyak dirugikan (Fuest, Hebous, dan Riedel, 2011). Namun, persoalan pengalihan laba di
               negara berkembang belum pernah dikaji secara mendalam, terutama dari segi penyebab, skala, dampak, maupun cara
               mengantisipasinya.

               Berangkat dari kekosongan akan studi mengenai hal tersebut, tesis ini berupaya mengupas perilaku pengalihan laba
               dan faktor-faktor yang memotivasinya. Ruang lingkup tesis ini dibatasi pada praktik penghindaran laba yang sensitif
               terhadap perbedaan tarif pajak antarnegara, yaitu: manipulasi transfer price dan pinjaman afiliasi yang berlebihan
               (thin cap).

               Dalam praktiknya, sistem pajak internasional saat ini membuka peluang akan adanya praktik pengalihan laba. Peluang
               tersebut tercermin dari 3 elemen: jurisdiction to tax, pendekatan akuntansi terpisah (separate accounting approach),
               dan perlakuan terhadap pembayaran bunga. Pada elemen pertama, setiap otoritas pajak negara memiliki kewenangan
               dalam menentukan desain sistem pajak  mereka sendiri. Hal  ini mendorong terciptanya perbedaan sistem pajak
               antarnegara sehingga mendorong terjadinya pengalihan laba perusahaan multinasional.

               Kedua,  pendekatan  akuntansi terpisah  menyebabkan diperlakukannya  perusahaan  multinasional yang  sejatinya
               merupakan satu entitas ekonomi sebagai perusahaan-perusahaan yang terpisah secara legal. Ditambah lagi, sistem ini
               mempersulit otoritas pajak suatu negara dalam mengakses informasi afiliasi perusahaan yang berlokasi di yurisdiksi
               yang  berbeda,  sehingga  semakin memotivasi suatu perusahaan  multinasional mengalihkan  laba  ke  perusahaan
               afiliasinya. Dan yang ketiga, oleh karena biaya bunga dapat mengurangi penghasilan kena pajak, perusahaan akan
               terdorong untuk mendanai anak perusahaan mereka dengan utang yang berlebihan.

               Selain ketiga hal di atas, dorongan untuk melakukan pengalihan laba juga diperbesar oleh adanya perbedaan tarif
               PPh Badan dan juga akses terhadap tax haven yang menciptakan insentif untuk melakukan pengalihan laba. Untuk
               mengatasi hal ini, banyak negara berusaha menciptakan disinsentif dengan membuat ketentuan anti penghindaran
               pajak yang dimaksudkan untuk mengurangi motivasi perusahaan dalam mengalihkan laba ke negara lain.
               Lalu mengapa pengalihan laba harus diperhatikan secara serius? Penting untuk  diketahui bahwa pendanaan
               pembangunan di negara berkembang justru  banyak ditopang oleh penerimaan dari PPh Badan. Sayangnya, arus
               globalisasi justru semakin menyulitkan  negara berkembang memaksimalkan  penerimaan PPh Badan. Setidaknya
               terdapat tiga potensi kebocoran penerimaan pajak di negara berkembang yang disebabkan oleh globalisasi, mulai dari
               akibat kompetisi pajak, offshore tax evasion, serta pengalihan laba.

               Pengaruh Kebijakan PPh Badan terhadap Perilaku Pengalihan Laba Perusahaan
               Dalam  meneliti perilaku perusahaan  dalam  melakukan pengalihan  laba,  penelitian ini  melibatkan 8000  anak
               perusahaan di 29 negara berkembang selama kurun waktu 2005-2013 (9 tahun). Penelitian yang dilakukan berfokus
               pada besaran praktik pengalihan laba berdasarkan pengaruh dari insentif (perbedaan tarif PPh Badan antarnegara) dan
               disinsentif (ketentuan anti penghindaran pajak) yang ada. Adapun data yang digunakan adalah data laporan keuangan
               yang diambil dari ORBIS database.
               Variabel dependen yang diuji adalah indikator earning before interest expense (EBIT) maupun laba sebelum pajak.
               Sedangkan variabel independen yang dilihat pengaruhnya adalah: perbedaan tarif PPh Badan (sebagai insentif) dan
               juga efektivitas suatu negara dalam implementasi ketentuan transfer pricing dan interest limitation rules (sebagai
               disinsentif).

               Hasil analisis menunjukkan  bahwa  setiap perbedaan tarif PPh Badan sebesar 1% (lebih besar) antara anak
               perusahaan dengan induknya di negara lain akan menyebabkan penurunan laba yang dilaporkan sebesar 1,2% dari
               laba sesungguhnya. Hal ini jelas mengkhawatirkan, terlebih jika kita mempertimbangkan temuan global, yakni hanya
               sebesar 0,8% perbedaan laba yang dilaporkan dari aktualnya untuk setiap 1% perbedaan tarif PPh Badan (Heckemeyer
               dan Overesch, 2013). Selain itu, studi yang dilakukan di negara-negara Eropa justru menunjukkan tren yang menurun
               (Lohse dan Riedel, 2013).







                                                                                           InsideTax | Edisi 38 | Mei 2016 123
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128