Page 44 - Working Paper (Komparasi Objek Cukai secara Global dan Pelajaran bagi Indonesia)
P. 44
penelitian ilmiah yang telah selesai dilakukan terlebih dahulu untuk suatu kebijakan dengan
prasyarat adanya dugaan yang sangat kuat akan dampak berbahaya yang masif pada manusia. 196
Prinsip tersebut sejalan dengan Deklarasi Johanesburg (2002) yang menetapkan hukum
lingkungan internasional tentang pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).
Indonesia sendiri telah mengakui instrumen internasional yang dikenal sebagai Prinsip 16
Deklarasi Rio yang kemudian diadopsi melalui Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No: 36/KMA/SK/II/2013 sebagai berikut:
“Apabila terdapat ancaman kerusakan yang serius atau tidak dapat dipulihkan,
ketiadaan bukti ilmiah tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya
pencegahan penurunan fungsi lingkungan”
Pelanggaran terhadap precautionary principle sendiri kemudian dapat menimbulkan
pertanggungjawaban mutlak atau strict liability. Pokok inti strict liability ialah bahwa seseorang
yang bertanggung jawab untuk kerusakan lingkungan tidak perlu dibuktikan kesalahannya
terlebih dahulu. 197 Precautionary principle memiliki hubungan yang erat dengan polluter pay
principle. Keduanya menunjukan kebutuhan pertanggung jawaban pelaku pencemar atau
perusak lingkungan.
Polluter pay principle didefinisikan sebagai pihak yang melakukan polusilah yang harus
membayar kerusakan pencemaran. Kemudian prinsip ini dituangkan dalam kebijakan yang
disebut Extended Producer Responsibility yang memperluas kewajiban produsen untuk
mengolah dan mendaur ulang polusi yang sudah dikonsumsi oleh konsumen. 198 Dua tujuan
utama diberlakukannya EPR adalah untuk meningkatkan intensitas pengumpulan dan daur
ulang serta mengubah tanggung jawab finansial dari pemerintah kepada produsen dan oleh
karenanya produsen akan mendapatkan insentif. 199
Prinsip EPR sendiri telah memiliki landasan hukum yakni Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UU Nomor 18/2008). Pasal 21 yang
memuat konsep EPR tersebut tertulis sebagai berikut:
“(1) Pemerintah memberikan:
a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan
disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah”.
(dengan penambahan penekanan)
Kedua prinsip ini setidaknya memandu pemerintah untuk melakukan dua hal. Pertama,
pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan dalam penggunaan plastik yang telah
diduga memiliki dampak buruk terhadap kesehatan manusia. Kedua, produsen bertanggung
jawab atas penggunaan plastik dalam produk mereka meskipun produk tersebut sudah
196 Milieu Ltd, Considerations on The Application of The Precautionary Principle in The Chemicals Sector (Pace:
Agustus 2011): 37.
197 Sutoyo, “Peraturan Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) dalam Hukum Lingkungan,” Jurnal Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor l (2011): 64.
198 OECD, Extended Producer Responsibility: Guidance for Efficient Waste Management (OECD, September 2016),
4.
199 OECD, The State of Play on Extended Producer Responsibility (EPR): Opportunities and Challenges, (OECD, Juni
2004), 6.
42