Page 4 - Working Paper (Komparasi Objek Cukai secara Global dan Pelajaran bagi Indonesia)
P. 4
sangat terbatas. Oleh karena itu, bagian selanjutnya dari Working Paper membahas mengenai
analisis ekstensifikasi cukai bagi Indonesia.
Analisis ekstensifikasi dilakukan dengan konsep komparasi di berbagai negara dan juga studi
literatur pada bab sebelumnya. Komparasi dilakukan dengan mempertimbangkan pola dan tren
dari kebijakan cukai, baik secara desain maupun aspek lainnya. Selanjutnya, terdapat analisis
dalam rangka menjustifikasi ekstensifikasi objek cukai yang dapat diterapkan di Indonesia
dengan mempertimbangkan konsep hukum, ekonomi, serta aspek lainnya yang menjadi motif
dari kebijakan cukai serta kelayakannya untuk diimplementasikan di Indonesia.
2. Konsep
Cukai merupakan jenis pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik baik yang diproduksi secara
domestik maupun impor dari luar negeri. Dalam konteks global saat ini, OECD
mengklasifikasikan cukai sebagai jenis pajak tidak langsung atas barang dan jasa yang
dikenakan secara spesifik (kode 5121). Selain itu, dalam terminologi OECD, cukai juga
4
disebutkan dikenakan pada tahap produksi atau distribusi. Berbeda halnya dengan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan (PPn) yang dikenakan atas segala jenis konsumsi
barang secara umum, cukai hanya dikenakan pada produk-produk tertentu yang tidak
5
merupakan bagian dari klasifikasi pajak umum, bea masuk, dan bea keluar.
Karakteristik mendasar yang paling komprehensif dalam berbagai literatur terkait cukai saat ini
dikemukakan oleh Cnossen. Ciri khas dari cukai sendiri oleh Cnossen disebutkan sebagai
berikut: bersifat selektif dalam cakupannya, diskriminatif dalam tujuan pengenaannya, serta
6
pungutan terutang yang besarannya ditentukan oleh pengukuran unit kuantitatif.
Pada sistem cukai terdapat sifat yang bersifat selektif. Selektivitas dari cukai ini terlihat dari
jenis komoditas dan tingkat tarif yang ditentukan secara terpisah untuk setiap komoditas.
Apabila PPN dan PPn dikenakan atas semua komoditas yang dijual selain yang dikecualikan
secara khusus, cukai dikenakan berdasarkan komoditas tertentu yang disebutkan di dalam
regulasinya. Lebih lanjut, tarif PPN maupun PPn diberlakukan seragam untuk semua komoditas
atau semua barang dari kelompok komoditas tertentu.
Cukai bersifat diskriminatif dalam tujuan pengenaannya. Selain bertujuan untuk meningkatkan
penerimaan negara, terdapat beberapa alasan yang mendasari penerapan cukai di berbagai
negara. Cukai sebagai instrumen ekonomi ini kemudiaan dirancang untuk kemudian digunakan
dalam pengendalian konsumsi, menginternalisasi nilai-nilai disekonomi, pengganti biaya
7
perbaikan sarana publik, dan meningkatkan efisiensi dari penggunaan sumber daya.
Lebih lanjut, berdasarkan aspek regulasi, cukai umumnya melibatkan beberapa bentuk
pengukuran fisik atas kontrol oleh otoritas cukai untuk menentukan besarnya pajak terutang
dan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum. Besaran cukai dicermati dari dua aspek,
yakni aspek fisik dan aspek administrasi. Aspek fisik dapat terlihat dari cap atau banderol yaang
OECD, The OECD Classification of Taxes and Interpretative Guide, (Paris: OECD, 2016), Paragraf 59.
4
5 Ibid., Paragraf 60
Sijbren Cnossen, “Economics and Politics of Excisse Taxation,” dalam Theory and Practice of Excise Taxation:
6
Smoking, Drinking, Gambling, Polluting, dan Driving, ed. Sijbren Cnossen (New York: Oxford University Press,
2005), 2.
Sijbren Cnossen, “The Case for Selective Taxes on Goods and Services in Developing Countries,” World
7
Development Vol. 6 (1978): 814 – 815.
2