Page 10 - Indonesia Taxation Quarterly Report (Q2-2019)
P. 10
INDONESIA TAXATION QUARTERLY REPORT Q2-2019 Executive Summary
tersebut ialah sebagai upaya untuk dari sistem corporate-shareholder
mengatasi permasalahan ketimpangan, taxation yang berlaku. Pemilihan rezim
sebagai sistem penunjang belum tersebut sangat menentukan tarif pajak
optimalnya pemungutan PPh OP di efektif agregat yang dialami oleh laba
Indonesia, menjadi faktor pendukung perusahaan. Adapun sistem klasikal
dari perubahan lanskap pajak global menimbulkan tarif efektif terbesar
yang semakin transparan, merupakan
tindak lanjut dari keberhasilan amnesti terhadap suatu laba, karena perseroan
pajak di Indonesia, hingga keunggulan dan individu dianggap sebagai entitas
pajak warisan dibandingkan jenis pajak yang sepenuhnya terpisah.
kekayaan (wealth tax) lainnya.
Kedua, pajak atas retained earnings
Perluasan Objek Pajak dan akan berdampak pada kondisi keuangan
Pertimbangan untuk Memajaki perusahaan. Pengaruh tersebut antara
Retained Earnings lain termasuk perilaku perusahaan
dalam memenuhi rasio utang terhadap
Selain warisan, retained earnings juga ekuitas (debt-to-equity ratio/DER), nilai
menjadi salah satu wacana yang dan aktivitas transaksi saham, dan juga
menjadi rencana perluasan objek pajak perilaku perusahaan dalam melakukan
penghasilan. Munculnya wacana ini praktik pengalihan laba (profit shifting).
tidak terlepas dari sistem klasikal yang
diterapkan pemerintah dalam rezim Ketiga, sebagaimana dipraktikkan di
corporate-shareholder taxation. Melalui beberapa negara, kebijakan pajak untuk
sistem tersebut, timbul economic double
taxation akibat adanya pemajakan dua meminimalkan retained earnings juga
kali atas laba yang sama, yaitu di level dapat ditujukan untuk mendorong
korporasi (corporate level) dan di level investasi di negara tersebut. Akan tetapi,
pemegang saham (shareholder level). wujud kebijakan tersebut bukan berupa
jenis pajak baru, melainkan beban pajak
Sebagai konsekuensinya, sistem klasikal penghasilan yang lebih rendah apabila
ini juga mendorong terbentuknya perilaku retained earnings diminimalkan dalam
penghindaran pajak (tax avoidance). batas tertentu.
Untuk menghindari pajak atas dividen,
perusahaan memiliki insentif untuk Keempat, pemajakan terhadap
menahan laba yang dimilikinya dari yang retained earnings sebagai dividen
dibutuhkan untuk alasan bisnis dan yang sudah diakui (deemed dividends)
investasi. Tentu saja, praktik ini akan
berpotensi merugikan negara dari sisi akan menyeterakan perlakuan antara
pendapatan sehingga timbul wacana penghasilan dividen yang berasal dari
emajakan atas retained earnings. dalam maupun luar negeri. Kelima, dalam
mendesain pemajakan atas retained
Secara global, berdasarkan data terkini earnings, diperlukan kehati-hatian agar
yang diolah dari IBFD, terdapat 8 dari fitur kebijakan benar-benar menyasar
178 negara yang memajaki retained tujuan diadakannya aturan tersebut dan
earnings. Landasan yang menjadi meminimalkan distorsi keputusan bisnis
motif pemajakan tersebut adalah perusahaan.
mencegah praktik penghindaran pajak
dan mendorong investasi perseroan. Adapun fitur-fitur kebijakan tersebut
Negara-negara tersebut adalah Ethiopia, dapat mencakup hal-hal berikut:
Irlandia, Jepang, Korea Selatan, Panama,
Arab Saudi, Taiwan, dan Amerika Serikat. (i) Adanya threshold atau batasan
Adapun setiap negara tersebut (kecuali tertentu terhadap retained
Taiwan karena ketidaktersediaan data) earnings yang dikenakan pajak;
sama-sama menerapkan sistem klasikal. (ii) Dilakukan pengujian-pengujian
terlebih dahulu apakah setiap
Dalam konteks penerapan di Indonesia, retained earnings memiliki motif
setidaknya terdapat beberapa aspek bisnis dan bukan penghindaran
yang perlu dipertimbangkan. pajak;
(iii) Pengecualian karakteristik atau
Pertama, wacana pemajakan atas ruang lingkup perusahaan-
retained earnings tidak dapat dilepaskan perusahaan yang tidak termasuk
vi