Page 8 - Working Paper (Insentif Pajak untuk Kegiatan Filantropi)
P. 8
DDTC Working Paper 1617
8
memberikan CSR, karena CSR tidak berhubungan publik yang beragam. Keputusan pemerintah pada
secara langsung dengan aktifitas perusahaan. umumnya memenangkan mayoritas dan kelompok
30
Walau demikian, mengingat manfaat CSR bagi yang berada di ‘tengah’. Selain itu, penting untuk
masyarakat, negara dirasa perlu mendorong dicatat bahwa publik menanggung seluruh biaya
aktivitas CSR. Dari sisi perusahaan, kegiatan subsidi tersebut melalui uang pajak.
filantropi atau CSR dapat dimanfaatkan sebagai
Di sisi lain, jika insentif pajak yang dipilih,
alat untuk memperbaiki reputasi perusahaan atau
26
nama baik. Dari perspektif real entity view ini, pemerintah menyerahkan keputusan kepada pihak-
pihak yang sangat berkepentingan untuk kegiatan
fasilitas pemerintah tuntuk kegiatan filantropi atau
filantropi tersebut atau memiliki preferensi
CSR dapat dijustifikasi.
lebih tinggi bagi sektor tertentu. Adanya insentif
Terakhir, aggregate view. Dalam perspektif pajak tentu menguntungkan bagi pihak-pihak
aggregate view, fungsi perusahaan semata- yang ingin berkontribusi secara langsung karena
mata hanyalah untuk memberikan keuntungan memiliki preferensi yang tinggi atas suatu sektor.
27
semaksimal mungkin kepada pemegang saham. Dengan demikian, preferensi publik difasilitasi
Kegiatan CSR sebaiknya hanya dilakukan selama secara langsung oleh pemerintah. Selain itu, dana
bisa meningkatkan keuntungan. Oleh karena itu, pemerintah yang dibutuhkan untuk membangun
pemerintah justru tidak perlu mendorong kegiatan suatu sektor atau kegiatan tidak lagi sebesar jika
CSR yang pada akhirnya berdampak buruk bagi ditopang seluruhnya oleh pemerintah melalui
para pemegang saham. subsidi. Uang pajak yang dibutuhkan berkurang
karena masyarakat yang memiliki preferensi telah
Dalam konteks upaya untuk mendorong bersedia berkontribusi secara langsung melalui
kegiatan filantropi, sejatinya pandangan real kegiatan filantropi. 31
entity dirasa paling sesuai. Dari pandangan ini,
pemerintah melakukan intervensi namun tidak Lebih lanjut lagi, jika dibandingkan dengan
mewajibkan adanya CSR kepada sektor korporasi. skema subsidi, insentif pajak lebih menjamin
CSR pada dasarnya adalah suatu bentuk etika pemberdayaan masyarakat. Bagi organisasi
sosial yang tidak diwajibkan dalam kerangka filantropi, dana hibah atau subsidi yang diberikan
28
hukum. Kewajiban CSR justru ditakutkan dapat oleh pemerintah berpotensi menciptakan
menyederhanakan preferensi publik yang beragam ketergantungan serta mengurangi independensi
sebatas kepada preferensi perusahaan yang aktivitas mereka. Di sisi lain, adanya insentif
berorientasi laba dan reputasi. Adanya kewajiban pajak tetap menjamin independensi sekaligus
CSR juga bisa mengurangi kapasitas ekspansi bisnis terkumpulnya dana/barang sumbangan.
perusahaan. Real entity view tidak memberikan
beban tambahan bagi perusahaan, sekaligus tetap 3. Kegiatan Filantropi dan Insentif
membuka ruang bagi publik untuk menentukan Pajak
sasaran kegiatan filantropi, meskipun subjektif. 29
2.3.3. Bentuk Intervensi Pemerintah: Subsidi 3.1. Pro dan Kontra Insentif Pajak
atau Insentif Pajak?
3.1.1. Manfaat
Pada dasarnya terdapat dua pilihan bagi
Insentif pajak memiliki banyak manfaat.
pemerintah dalam mendorong suatu sektor
Pertama, jika didesain dengan baik dan terukur
atau membiayai suatu proyek: subsidi atau
serta diarahkan pada target yang tepat, insentif
memberikan insentif. Jika pemerintah memilih
pajak dapat memberikan kontribusi positif
subsidi, pembiayaannya akan berasal dari uang
terhadap perekonomian dan kondisi sosial (social
pajak. Sayangnya, desain kebijakan subsidi yang
32
wellbeing). Dalam konteks ekonomi, kontribusi
dilakukan oleh pemerintah seringkali terdistorsi
yang diberikan oleh insentif pajak biasanya
oleh berbagai kepentingan, tidak dilakukan secara
berwujud peningkatan volume investasi. Dalam
transparan, serta mengesampingkan preferensi
konteks sosial, berwujud dalam perubahan
26. Lihat Stephen Brammer dan Andrew Millington, “Corporate
Reputation and Philanthropy: An Empirical Analysis”, Journal of Business 30. Ini adalah contoh klasik median voter theorem, yaitu bagaimana
Ethics Vol. 61, Issue 1 (2005): 29-44. kebijakan publik seringkali hanya memikirkan jalan tengah di antara
27. Reuven, S. Avi-Yonah, Op.Cit., 193-196. preferensi publik yang ekstrem.
28. Hans Gribnau, “Corporate Social Responsibility and Tax Planning: 31. Sigrid Hemels, “Tax Incentives as a Creative Industries Policy
Not by Rules Alone,” Social & Legal Studies, Vol. 24(2) (2015): 225- Instrument” dalam Tax Incentives for the Creative Industries, (ed.) Sigrid
250. Hemels dan Kazuko Goto, (Singapura: Springer, 2017), 56-59.
29. Artinya, publik yang mendonasikan uangnya ke salah satu kegiatan 32. IMF, OECD, UN, dan World Bank, “Options for Low Income Countries’
memiliki pendapat bahwa penyaluran tersebut lebih tepat guna dan tepat Effective and Efficient Use of Tax Incentices for Investment”, A Report to
sasaran dibandingkan alokasi yang dilakukan oleh pemerintah. the G-20 Development Working Group (2015): 6-11.