Page 7 - Working Paper (Insentif Pajak untuk Kegiatan Filantropi)
P. 7
DDTC Working Paper 1617
7
Gambar 3. Tiga Aktor Utama dalam Kegiatan Filantropi
Pemerintah
Organisasi Penerima dan
Pemberi Donasi
Pengelola Donasi
2.3.1. Justifikasi Peran Pemerintah dari positif bagi masyarakat sekitar karena mereka
Perspektif Ekonomi Publik mendapatkan peluang usaha ketika terdapat event
olahraga di fasilitas tersebut.
Dari perspektif ekonomi publik, pemerintah
harus berperan aktif dalam mendorong kegiatan 2.3.2. Justifikasi Peran Pemerintah dari Teori
filantropi. Terdapat tiga argumen mengenai hal tentang CSR
ini. Pertama, adanya kesadaran bahwa tugas
untuk menghadirkan kesejahteraan sosial sulit Perdebatan mengenai perlunya intervensi
untuk disediakan seluruhnya oleh pemerintah. pemerintah dalam kegiatan filantropi juga dapat
Dengan begitu, pemerintah perlu untuk mengajak didiskusikan dari sudut pandang perusahaan,
keterlibatan pihak lain. Kedua, upaya untuk sebagai pihak yang berpotensi menjadi donor.
menangkap potensi yang besar dari kegiatan Perusahaan pada umumnya melaksanakan
filantropi dalam wadah yang lebih konkret kegiatan filantropi melalui tanggung jawab
sosial dan lingkungan perusahaan (corporate
dan dikelola secara lebih baik. Ketiga, adanya
22
sektor-sektor yang ‘sepi’ dari pendanaan namun social responsibility/CSR). Dalam konteks CSR,
kehadirannya dibutuhkan. Selain itu, terdapat terdapat tiga pandangan terkait hubungan antara
sektor yang membutuhkan urgensi tinggi untuk perusahaan, pemerintah dan pemegang saham.
diselesaikan secara cepat dengan dana yang besar. 20 Pertama, artificial entity view. Pada perspektif
ini, perusahaan dipandang sebagai bentuk
Memfasilitasi kegiatan filantropi juga ‘mini’ dari pemerintah, yang artinya perusahaan
berarti turut mengatasi persoalan free rider dan bertanggungjawab secara penuh kepada publik.
23
eksternalitas positif yang timbul dari konsumsi Oleh karena itu, perusahaan memiliki kewajiban,
21
barang publik. Persoalan free rider sesungguhnya baik untuk membayar pajak maupun memberikan
mendorong perilaku underinvest. Akibatnya, CSR.
24
ketersediaan barang publik menjadi tidak terjamin.
Koreksi pemerintah dapat mendorong pihak-pihak Kedua, real entity view. Perspektif ini
yang memiliki kepedulian tinggi (high preference) berpandangan bahwa perusahaan harusnya
untuk terlibat langsung dalam pendanaan. Lebih diartikan sebagai sebuah entitas yang terpisah dari
25
lanjut lagi, adanya ketersediaan barang publik pemerintah serta pemegang sahamnya. Dengan
sejatinya menciptakan eksternalitas positif bagi demikian, perusahaan memiliki kewajiban untuk
pihak lain. Sebagai contoh, adanya fasilitas olahraga membayar pajak dan tidak diwajibkan untuk
yang kemudian menciptakan eksternalitas
22. CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
20. Hamid Abidin, Yuni Kusumastuti dan Zaim Saidi, Kebijakan Insentif berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
Perpajakan untuk Organisasi Nirlaba, (Jakarta: PIRAC, 2012), 15-19. yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,
21. Penting untuk dicatat bahwa kegiatan filantropi adalah aktivitas maupun masyarakat pada umumnya.
sukarela yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, yang seringkali 23. Reuven, S. Avi-Yonah, “Corporate Social Responsibility and Strategic
berkaitan dengan ketersediaan barang publik. Barang publik bersifat Tax Behavior” dalam Tax and Corporate Governance, ed. Wolfgang Schon
non-rivalry, artinya konsumsi atasnya tidak mengurangi kemungkinan (Berlin: Springer, 2008), 190-191.
pihak lain untuk mengkonsumsi dengan jumlah dan tingkat yang sama.
Barang publik juga bersifat non-excludable, yang mana individu yang 24. Hal ini agaknya menjadi ruh dalam pasal mengenai kewajiban CSR
tidak membayar atas barang tersebut bisa serta merta dikecualikan dari bagi perusahaan yang bergerak atau berkaitan dengan sektor sumber
konsumsinya. Oleh karena itu, barang publik menyertakan persoalan daya alam. Lihat Pasal 74, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
mengenai free rider (tidak mau berkontribusi dalam membayar namun tentang Perseroan Terbatas. Kewajiban ini diatur pula dalam Pasal 15
ingin menikmati) serta eksternalitas. Lihat John Leach, A Course in huruf (b) UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Public Economics, (Cambridge: Cambridge University Press, 2004). 25. Reuven, S. Avi-Yonah, Op.Cit., 191-193.