Page 3 - Working Paper (Insentif Pajak untuk Kegiatan Filantropi)
P. 3
DDTC Working Paper 1617
3
1. Pendahuluan menjadi kendala, seperti: rezim insentif pajak yang
membingungkan, sosialisasi yang masih rendah,
6
Kegiatan filantropi merupakan suatu aktivitas dan sebagainya.
yang difokuskan untuk berkontribusi dalam
Hal yang tak kalah pentingnya adalah
membawa perubahan sosial tertentu sesuai dengan
pertanyaan mengenai sejauh mana desain insentif
nilai atau moral individu yang melakukannya.
tersebut telah mampu menggairahkan kegiatan
Prinsip kegiatan filantropi terletak pada
filantropi di Indonesia. Lantas, apa saja kelebihan
kesukarelaan yang didorong oleh suatu altruisme,
dan kelemahannya jika dibandingkan dengan
yaitu naluri untuk memperhatikan kepentingan
sistem yang ideal dan pengalaman di negara lain?
orang lain.
Kajian ini akan menjawab hal-hal tersebut.
Dewasa ini, kegiatan filantropi menunjukkan
Istilah filantropi dalam artikel ini didefinisikan
tren yang semakin meningkat dan memainkan
sebagai segala inisiatif pribadi dan kesukarelaan
peranan yang semakin penting. Tingginya
7
dalam mewujudkan tujuan bersama. Dengan
kepedulian sosial dan dana yang terkumpul untuk
demikian, sumbangan, bantuan, maupun donasi
perbaikan Aceh pasca-tsunami 2004 merupakan
dapat diartikan sebagai wujud dari filantropi. Selain
1
contoh nyata dari kegiatan filantropi. Oleh karena
itu, lembaga atau badan yang bertujuan untuk
itu, tidak mengherankan jika Menteri Perencanaan
mengelola dan menyalurkan dana filantropi akan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
disebut dengan istilah organisasi filantropi atau
Bambang P.S. Brodjonegoro, menganggap penggiat
organisasi nirlaba. Perlu untuk diketahui bahwa
filantropi sebagai salah satu dari empat pilar
pendukung keberhasilan Sustainable Development artikel ini hanya akan membahas insentif dalam
konteks Pajak Penghasilan (PPh) saja. Fasilitas bagi
Goals. 2
kegiatan filantropi atas jenis Pajak Pertambahan
Adanya kesadaran bahwa kesejahteran Nilai, Bea Materai, dan lainnya berada di luar ruang
sosial dan kepentingan publik tidak selalu bisa lingkup artikel ini.
dipenuhi, pemerintah di banyak negara berupaya
Tulisan ini terdiri dari 6 bagian. Bagian pertama
mendorong publik untuk terlibat dalam kegiatan
adalah pendahuluan. Pada bagian kedua, penulis
filantropi. Cara yang umum dipergunakan adalah
akan memaparkan tentang konsep, potensi, serta
melalui pemberian insentif pajak. Skema insentif
pentingnya peran pemerintah dalam kegiatan
dinilai mampu mengubah perilaku publik untuk
filantropi. Bagian ketiga akan membahas mengenai
melakukan aktivitas yang diharapkan pemerintah,
kelebihan dan kelemahan dari insentif pajak.
3
karena melibatkan adanya suatu reward. Hal
Termasuk di dalamnya juga turut memaparkan
ini juga telah dibuktikan secara empiris, di mana
tentang jenis insentif pajak bagi kegiatan filantropi
kegiatan filantropi cenderung elastis terhadap
dan bagaimana desain yang dirasa ideal. Studi
adanya insentif pajak. 4
komparasi akan dijelaskan pada bagian keempat.
Menyadari tingginya potensi kegiatan filantropi Selain melihat pengalaman dan tren penerapan
di Indonesia, pemerintah telah memberikan insentif pajak kegiatan filantropi secara global,
insentif di bidang pajak penghasilan berupa penulis juga memilih 4 negara yang dijadikan studi
pengecualian dari objek pajak (tax exemption) kasus: Amerika Serikat, Belanda, Jerman, serta
serta biaya kegiatan filantropi yang dapat Swiss.
dipergunakan sebagai pengurang penghasilan
Tinjauan teori dan studi komparasi di bagian
kena pajak (tax deduction). Menurut kajian yang
sebelumnya akan dipergunakan sebagai bahan
5
dilakukan oleh CAF (2014) , rezim insentif pajak
telaah kritis rezim insentif pajak bagi kegiatan
di Indonesia sebenarnya sudah cukup lengkap dan
filantropi di Indonesia. Telaah kritis dibagi ke dalam
menarik. Akan tetapi, angka pemanfaatan fasilitas
9 kriteria, mulai dari administrasi pengawasan,
ini dirasa masih rendah. Beberapa hal dirasa masih
sosialisasi, definisi organisasi filantropi, hingga
perlunya kajian mengenai insentif pajak kegiatan
1. Lihat Sisata Jayasuriya dan Peter McCawley, The Asian Tsunami:
Aid and Reconstruction after a Disaster, (Massachusetts: Edward Elgar filantropi dalam laporan tax expenditure. Bagian
Publishing, 2010). keenam adalah penutup.
2. Pilar lainnya adalah pemerintah dan parlemen, akademisi dan
profesional, serta masyarakat sipil dan media. Lihat Kompas, “Filantropi
jadi Pilar Pembangunan”, 8 Oktober 2016.
3. Sigrid Hemels, “Tax Incentives as a Creative Industries Policy
Instrument” dalam Tax Incentives for the Creative Industries, (ed.) Sigrid
Hemels dan Kazuko Goto, (Singapura: Springer, 2017), 34.
4. John A. List, “The Market for Charitable Giving” Journal of Economic
Perspectives, Vol. 25, No.2 (2011): 172. 6. Pendapat ini dirangkum dari FGD.
5. Elaine Quick, Toni Ann Kruse dan Adam Pickering, Rules to Give By: 7. Definisi ini mengacu pada definisi yang diungkapkan oleh Koele.
A Global Philanthropy Legal Environment Index, (Nexus, McDermott Will Lihat Ineke A. Koele, International Taxation of Philanthropy, (IBFD:
& Emery, CAF, 2014). Amsterdam, 2007), 3.