Page 33 - Working Paper (Sistem Pemajakan: Dari Worldwide ke Territorial Bagaimana dengan Indonesia?)
P. 33

memastikan bahwa WPLN tidak terhalang dalam menggunakan fasilitas perbankan dan
                   pengelolaan dana Singapura.

                   Berdasarkan penjelasan  di atas, dapat dilihat bahwa sistem pajak Singapura tidak
                   menerapkan sistem territorial  murni, melainkan bersifat  hybrid.  Alasannya,  meskipun
                   sistem pajak territorial murni dapat merangsang perdagangan dan investasi lintas batas,
                   terdapat  kekhawatiran  bahwa sistem  tersebut  dapat  mendorong perilaku  yang tidak
                   diinginkan, seperti  ‘round-tripping’ dan  ‘transfer mis-pricing’  (manipulasi  transfer
                   pricing) yang pada akhirnya menyebabkan penggerusan terhadap basis  pajak serta
                   pergeseran laba ke negara dengan tarif pajak lebih rendah.

                   Lebih lanjut, sebagai cara untuk melawan disinsentif yang disebabkan oleh perpajakan
                   berbasis remittance, Singapura telah mengecualikan penghasilan aktif luar negeri dan
                   penghasilan  dividen luar negeri  dari pengenaan pajak di Singapura meskipun
                   penghasilan tersebut diterima atau dianggap diterima di Singapura. Pengecualian ini pun
                   diperluas hingga mencakup penghasilan aktif luar negeri berupa keuntungan cabang dan
                   penghasilan jasa. Adapun tujuan utama diberlakukannya pengeculian ini adalah untuk
                   membantu memfasilitasi repatriasi penghasilan luar negeri yang diperoleh perusahaan
                   multinasional Singapura  dari  kegiatan  operasional  di  luar  negeri,  yaitu  dengan
                   menghilangkan efek pajak dari setiap repatriasi yang dilakukan perusahaan.
                   Sebagaimana yang dikemukakan oleh  Hwa See  dalam tulisannya yang berjudul  The
                   Territoriality Principle in the World of the OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting

                   Initiative: The Cases of Hong Kong and Singapore – Part I, berikut beberapa alasan yang
                   melatarbelakangi sampai saat ini Singapura memilih untuk tetap menggunakan sistem
                   pajak territorial dibandingkan dengan sistem pajak worldwide.
                   (i)   Dari perspektif biaya dan manfaat, penerapan sistem pajak worldwide relatif  lebih

                         rumit sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan praktis dan administratif.
                         Kerumitan ini misalnya disebabkan adanya penerapan CFC Rules atau metode KPLN.
                         Singkatnya,  penerapan  sistem  worldwide  yang  kompleks  tidak  akan  sebanding
                         dengan hasil penerimaan pajak yang diperoleh Singapura.
                   (ii)  Tidak dikenakannya pajak atas penghasilan dari luar negeri mencegah terjadinya
                         pajak berganda. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan daya saing internasional
                         Singapura serta menarik minat MNE untuk membuka usahanya di Singapura.

                   (iii)  Sistem pajak territorial umumnya dianggap lebih sederhana dan memiliki biaya
                         kepatuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem pajak worldwide.
                   (iv)  Sistem pajak  territorial  memenuhi tujuan ekonomi utama Singapura, yaitu
                         mendorong  WPDN Singapura  untuk berinvestasi di luar negeri  sehingga dapat
                         memperluas pangsa pasar Singapura di dunia.
                   (v)   Sistem pajak  territorial  mendorong terjadinya repatriasi atau distribusi

                         penghasilan luar negeri.
                   D.5.  Sistem Pajak di China 100


                   Sama halnya dengan sistem pajak di UK dan Japan sebelum terjadinya reformasi pajak.
                   Sistem pajak yang digunakan oleh China adalah sistem pajak worldwide yang disertai

                   100    Na Li, "Trump’s Tax Reform Plan: A Chinese Perspective,” Bulletin for International Taxation, Juni 2017,
                       50.



                                                                                                    31
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38