Page 34 - Working Paper (Sistem Pemajakan: Dari Worldwide ke Territorial Bagaimana dengan Indonesia?)
P. 34
dengan penerapan metode KPLN. Sistem pajak worldwide China juga menerapkan
mekanisme penangguhan sehingga atas penghasilan yang bersumber dari luar negeri
baru dikenai pajak ketika penghasilan tersebut "direpatriasi" ke China. Dengan demikian,
sesuai dengan pengelompokkan sistem pajak oleh Hwa See, sistem pajak worldwide yang
diterapkan China masuk dalam kategori satu, yaitu sistem pajak yang lebih dominan
worldwide (predominantly worldwide tax systems).
Penerapan sistem pajak worldwide di China menyebabkan seluruh penghasilan yang
diterima WPDN China, baik bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri, dikenai
pajak di negara tersebut. Sementara itu, WPLN hanya dikenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber dari dalam negeri.
Sistem pajak worldwide ini ternyata mempengaruhi keputusan WPDN dalam melakukan
investasi. Khususnya ketika WPDN melakukan investasi ke luar China. Dalam kasus ini,
WPDN cenderung memilih untuk mendirikan perusahaan induk di yurisdiksi atau negara
dengan sistem pajak territorial. Misalnya, UK sering digunakan untuk mendirikan
perusahaan induk ketika WPDN China memasuki pasar Uni Eropa. Contoh lainnya, Hong
Kong sering digunakan sebagai ‘wadah’ untuk berinvestasi di pasar Asia.
Lebih lanjut, perusahaan induk yang kemudian berperan sebagai investor dan menerima
penghasilan atas kegiatan investasi yang dilakukannya. Dengan cara ini, WPDN China
dapat terhindar dari pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari investasi luar
negeri yang dilakukan oleh WPDN tersebut.
Isu lainnya yang muncul dari penerapan sistem pajak worldwide di China adalah
mengenai repatriasi penghasilan ke China. Dengan sistem seperti ini serta ditambah
dengan tarif PPh Badan sebesar 25%, menciptakan keengganan dari WPDN untuk
‘membawa pulang’ penghasilan yang diperolehnya dari luar negeri ke China. Selain itu,
menurut Na Li, adanya reformasi pajak di AS diperkirakan akan meningkatkan
penggunaan AS sebagai tempat pendirian perusahaan induk China. AS juga diprediksi
akan menjadi tempat ‘parkir’ dari penghasilan luar negeri China.
Fakta dan prediksi ini menyebabkan timbulnya pertanyaan apakah China, sebagaimana
tren yang terjadi saat ini, perlu mengubah sistem pajaknya menjadi territorial? Menurut
Na Li dalam tulisannya yang berjudul Trump’s Tax Reform Plan: A Chinese Perspective,
masih terlalu dini bagi China untuk mengubah sistem pajaknya dari worldwide menjadi
territorial. Alasannya, sampai saat ini fokus utama China adalah mempertahankan
investasi domestiknya. Oleh karenanya, prinsip netralitas modal menjadi hal utama yang
perlu diwujudkan dalam rangka menarik investasi luar negeri masuk ke dalam China.
Tentunya, tujuan utama China ini bertentangan dengan filosofi penerapan sistem pajak
territorial yang meghendaki peningkatan investasi ke luar negeri.
Pada tahap ini, pendekatan yang lebih tepat untuk digunakan dalam mengatasi isu-isu
pemajakan di China adalah mengubah penerapan KPLN menjadi metode participation
exemption dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara China dengan
negara tertentu. Terutama negara-negara yang menjadi tujuan investasi luar negeri
China. Pendekatan lainnya adalah dengan menerapkan pengampunan pajak atas
repatriasi penghasilan luar negeri yang dilakukan oleh WPDN China. Pendekatan ini
dapat dipertimbangkan apabila isu penangguhan pajak kian meningkat seiring
meningkatnya investasi luar negeri Cina.
32