Page 11 - Working Paper (Pesta Demokrasi Tanpa Kebijakan Pajak)
P. 11

DDTC Working Paper 0614
                                                                                                           11



                   berasal dari pajak atas perdagangan internasional   Indonesia cenderung tertutup dan tidak memiliki
                   dan PPh Badan. Pembangunan didanai tidak hanya   proses yang baik, maka lobi dapat menjadi pintu
                   dari pajak,  tetapi juga berasal  dari sektor migas,   masuk  transaksi informal.  Walau  demikian,
                   bantuan  dari donor, dan utang  dari lembaga-    diperkirakan  kalangan  pengusaha  akan  lebih
                   lembaga asing. Dengan demikian, publik memiliki   bersikap ‘status quo’ selama iklim kebijakan pajak
                   ketertarikan  yang  rendah atas  kebijakan  pajak.   masih pro dengan  dunia usaha.  Kalaupun  ada
                   Hal ini senada dengan apa  yang  diutarakan oleh   perubahan  kebijakan,  sepertinya hanya bersifat
                   Anies Baswedan, bahwa pajak hanyalah isu milik   sektoral ataupun parsial, sesuai dengan preferensi
                   segelintir  orang yang selama ini berada di  kelas   kalangan pengusaha.
                   menengah ke atas saja. 55
                                                                       Sayangnya, belum tampak adanya peran aktor
                      Dengan tidak adanya platform kebijakan pajak   lain yang dapat mengimbangi peran kalangan
                   dari  organisasi politik  tersebut, apakah otomatis   pengusaha,  agar perumusan kebijakan pajak
                   dapat dinyatakan bahwa tidak akan ada perubahan   lebih  netral  dan  obyektif.  Saat  ini,  media  sudah
                   kebijakan pajak secara drastis di Indonesia? Untuk   sering  mengangkat  tema soal pajak  dan dapat
                   menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat   dianggap sebagai suatu kontrol publik atas situasi
                   peran dan eksistensi aktor lain di Indonesia. Di saat   perpajakan. Media, dalam konteks normatif, tidak
                   yang sama, kita juga harus lebih jeli dalam melihat   memiliki  kepentingan  apapun.  Walau  demikian,
                   bagaimana interaksi antar organisasi politik yang   perlu diwaspadai pula adanya penguasaan media
                   akan  menduduki kekuasaan  serta mengawasi       oleh elemen politik.
                   bagaimana  interaksi organisasi politik  tersebut
                                                                       Selain itu, organisasi profesi maupun akademisi
                   dengan aktor-aktor lain.
                                                                    jarang sekali mengutarakan kritiknya mengenai
                      Satu-satunya aktor yang memiliki kemampuan    kebijakan pajak.  Entah  memang kedua aktor
                   dalam  memengaruhi kebijakan  pajak  adalah      tersebut lebih merupakan  perpanjangan  tangan
                   peran  kalangan  pengusaha.  Mengapa?  Perlu     kebijakan pemerintah  semata, atau  ‘hidup’ di
                   untuk  dipahami  bahwa pada saat mendekati       area profesionalisme pajak saja. Lebih lanjut lagi,
                   Pemilu, aktivitas dari  aktor  selain organisasi   donor dan lembaga multilateral juga memiliki daya
                   politik  umumnya terbagi  dalam  dua kategori    tekan yang rendah terhadap situasi perpajakan di
                                                                             58
                   yang memiliki motif yang berbeda. Pertama,       Indonesia.   Di  sisi  lain,  mulai  banyak  LSM  yang
                   memberikan informasi kepada pembuat kebijakan    berusaha masuk  ke dalam  isu pajak  terutama
                   dan  juga  kepada  publik  secara  luas.  Hal  ini   ditinjau dari  penyelewengan pajak,  indikasi
                   dilakukan  dengan  tujuan  untuk  memengaruhi    pelarian laba perusahaan multinasional, serta isu
                   massa, terutama pada saat  mendekati Pemilu.     distribusi pendapatan. Gerakan LSM Indonesia di
                   Kegiatan  ini didorong  oleh apa  yang  disebut   bidang pajak juga masih berada dalam arus besar
                   influence motive, atau lebih kepada memengaruhi   LSM  mancanegara  di  bidang  pajak  dan  masih
                   keputusan  ataupun arah kebijakan dari  pembuat   belum terorganisasi dengan baik.
                   kebijakan. Kedua, mereka memberikan kontribusi
                   pendanaan  kepada organisasi politik  (politisi)    Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan:  bahwa
                   terutama  untuk  aktivitas  iklan.  Motif  kategori   tidak  akan  terjadi suatu  perubahan  kebijakan
                   kedua ini lebih kepada  electoral motive, di mana   pajak yang drastis di tahun 2014, ceteris paribus.
                   aktor tersebut akan mempromosikan kandidat atau   Faktor lain yang perlu untuk diingat adalah, dalam
                   organisasi  politik yang sesuai  dengan preferensi   keadaan  yang  terbuka  oleh pelobi  dari berbagai
                        56
                   aktor.  Kalangan pengusaha adalah  satu-satunya   kepentingan pun, terdapat kecenderungan bahwa
                   aktor  di Indonesia yang memiliki motif-motif    pemerintah (yang  dipengaruhi oleh berbagai
                   tersebut, sekaligus memiliki kekuatan ekonomi.   aktor)  tidak akan mengeluarkan kebijakan yang
                                                                    sulit untuk diterima oleh publik baik pada tahun
                      Terdapat kemungkinan besar bahwa kalangan     sebelum atau pada tahun Pemilu. 59
                   pengusaha juga akan melakukan lobi. Sebenarnya
                                                                       Di kemudian hari, penting untuk meningkatkan
                   tidak ada yang salah dengan lobi, tetapi selama
                                                                    transparansi dan partisipasi publik  untuk
                   sistem perumusan kebijakan pajak  masih  belum
                                                                    menciptakan  keterikatan  yang  fair terhadap
                   transparan  dan sarat  dengan  diskresi yang
                                                                    pajak,  sekaligus  dalam  rangka   menjamin
                   diletakkan  secara  jabatan  (misal  kepada  Menteri
                            57
                   Keuangan) , maka hal ini jelas mengkhawatirkan.
                   Selain itu, selama sistem pengambilan kebijakan di
                                                                    58 Kondisi ini berbeda pada saat krisis ekonomi 1998. Lihat contohnya
                                                                    ‘rekomendasi’ IMF atas ekonomi Indonesia, salah satunya di bidang pajak
                   55 Dapat dilihat di Indah Kurnia, “Mengembalikan Kepercayaan Publik   pada  Indonesia—Memorandum  of Economic  and  Financial  Policies,
                   Kepada Instansi Pajak”, Inside Tax, Edisi 19 (2014): 58 – 60.  (Januari, 1998).
                   56 Jan Fidrmuc dan Abdul G. Noury, Op.Cit., 7.   59 Lihat Adri A.L. Poesoro, “Quick Analysis of  Political Budget Cycles
                   57 Lihat contohnya PMK 130/PMK.03/2011 sebagai turunan dari UU   in  Emerging  South East Asian Economies,” DDTC Working Paper No.
                   No 25/2007 mengenai pembebasan PPh Badan (tax holiday).  0414, (Februari, 2014).
   6   7   8   9   10   11   12   13