Page 10 - Working Paper (Pesta Demokrasi Tanpa Kebijakan Pajak)
P. 10

DDTC Working Paper 0614
                                                                                                           10



                                                50
                   penerimaan agar lebih realistis.   Dalam  rangka   suara  yang  besar.  Artinya,  jika  setiap  organisasi
                   ‘mengambil hati’ dari konstituennya, politisi lebih   politik  membuat  platform kebijakan  pajak  yang
                   sering menggunakan isu lain di luar pajak.       spesifik dan eksplisit maka pemilih akan semakin
                                                                    memiliki  pilihan  yang  beragam.  Masing-masing
                      Sebelum sampai kepada implikasinya, mungkin   pemilih akan cenderung memilih organisasi politik
                   harus ditelaah terlebih dahulu mengenai apa yang   yang sesuai dengan preferensi mereka. Secara logika
                   menyebabkan tidak adanya platform  kebijakan     sederhana, maka sulit untuk mencapai dukungan
                   dari organisasi politik. Terdapat tiga dugaan yang   yang mayoritas. Untuk menghindari hal tersebut,
                   akan dijabarkan sebagai berikut.                 organisasi politik justru akan menghindari adanya
                                                                    posisi yang jelas sebelum adanya Pemilu.
                      Pertama,  adanya  ketidakmauan  organisasi
                   politik  untuk  masuk  dalam  platform  kebijakan
                                                                       Kedua, dari  sisi  pengetahuan  organisasi
                   pajak.  Telah  dibahas  sebelumnya  bahwa  Wajib
                                                                    politik  atas  isu pajak.  Kapabilitas  yang  lemah
                   Pajak akan memilih organisasi politik berdasarkan
                                                                    dari  organisasi politik  sebenarnya cerminan
                   ideologi maupun platform kebijakan yang diusung.
                                                                    mengenai apa  yang terjadi  dalam  masyarakat.
                   Di  Indonesia,  politik  aliran  (ideologi)  semakin
                                                                    Pengetahuan  masyarakat  atas   isu perpajakan
                   luntur dan tergantikan perannya oleh platform ide
                                                                    masih belum terolah dengan baik, terlebih dari sisi
                   yang ditawarkan. Oleh karena itu, untuk  meraup
                                                                    kebijakannya. Masyarakat Indonesia tidak terbiasa
                   dukungan suara sebanyak-banyaknya, organisasi
                                                                    kritis mengenai isu pajak,  kecuali pada soal-soal
                   politik  mau tidak mau harus  berani keluar dari
                                                                    penyelewengan dan integritasnya semata.
                   aliran politiknya. Jalan keluar yang sering ditempuh
                   adalah  dengan  menjadi ‘partai  tengah’  yang      Elite  politik yang memiliki jabatan  dalam
                   ‘ramah’ terhadap seluruh ideologi. Namun, hal ini   organisasi politik  juga  kurang  concern terhadap
                   tidak  ditindaklanjuti  dengan  adanya  positioning   politik penerimaan negara. Sesungguhnya, hal ini
                   platform kebijakan yang jelas.                   tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan
                                                                    ekonomi  fiskal  di  Indonesia.  Sejak  kemerdekaan
                      Ketidakmauan  tersebut juga didukung oleh     hingga pada dekade 80-an, kontribusi penjualan
                   fakta  adanya  pemerintahan yang  semakin        sumber  daya alam terhadap penerimaan negara
                   terfragmentasi,  dalam  artian  pemerintahan     cukup besar  sehingga terdapat  ketergantungan.
                                                                                                              53
                   dijalankan  oleh kekuatan  politik  yang  semakin   Sayangnya, hingga saat ini pola penerimaan negara
                   terpecah   dan    terpolarisasi.   Fragmentasi   dengan manajemen kebijakan pajak yang modern
                   menunjukkan   pola   yang  semakin   terlihat    tidak  ‘hidup’ dalam  benak  pemikiran banyak
                                           51
                   terutama  pasca Orde Baru.  Konsolidasi  politik   organisasi politik.
                   semakin sulit  terwujud dan kesepahaman antar
                   berbagai  kekuatan  politik  dalam  memandang       Ketiga,  dari sisi  permintaan.  Hingga  saat  ini,
                   suatu  kebijakan semakin divergen. Pembuatan     publik  belum  melihat pentingnya pajak  bagi
                   kebijakan menjadi terhambat, kurang obyektif, dan   perekonomian nasional.  Partisipasi pembayaran
                                   52
                   sarat  kepentingan.   Kontribusi dari fragmentasi   pajak dari masyarakat secara umum masih rendah.
                   politik di Indonesia juga memungkinkan semakin   Selama  ini,  penerimaan  pajak  hanya  bergantung
                   tingginya biaya transaksional, baik antar organisasi   pada Wajib Pajak  besar  saja. Oleh karena itu,
                   politik atau antara organisasi politik dengan aktor   tidak mengherankan bahwa demand atas platform
                   lain.                                            kebijakan  pajak  dari masyarakat  ke organisasi
                                                                    politik juga masih rendah atau belum ada.
                      Dalam  konteks  probabilistic  voting  model,
                   fragmentasi politik justru menciptakan ‘ketakutan’   Hal  yang  sama  juga  terjadi di Peru. Peru
                   atas  ketidakmampuan  untuk  meraup  dukungan    merupakan salah satu negara yang sangat berhasil
                                                                    dalam  menerapkan reformasi pajaknya di  tahun
                   50 Koran Sindo, “Capres Diminta  Sentuh Isu  Pajak,” 10 Januari   1991. Warga Negara Peru pada dasarnya aware atas
                   2014. Dapat diakses secara online pada  http://www.koran-sindo.com/  reformasi tersebut, namun mereka tidak berperan
                   node/357519                                                                                54
                   51 Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai hal ini dapat melihat pada   sama sekali  dalam  proses  kebijakan tersebut.
                   Arya B. Gaduh dan Raymond Atje. “Reformasi Kebijakan dan Fragmentasi   Kecenderungan yang  sama juga dapat  ditemui di
                   Politik,”  CSIS Economics  Working Paper, WPE 072 (Januari, 2004).   negara-negara berkembang.  Pada negara-negara
                   Jakarta: CSIS.
                                                                    berkembang, pada umumnya penerimaan pajak
                   52  Secara umum, model  fragmentasi politik dalam  ranah  ekonomi,
                   berangkat dari suatu motif mencari kepuasan dari organisasi politik.
                   Sachs  dan  Roubini (1989), mengajukan konsep  weak  government
                   hypothesis yang ditandai dengan semakin terfragmentasinya politik   53 Hal ini telah diulas dengan baik oleh Anne Booth dan Peter McCawley,
                   dalam  suatu negara.  Fragmentasi tersebut dapat  disebabkan oleh   “Kebijaksanaan Fiskal”, dalam Ekonomi Orde Baru, ed. Anne Booth dan
                   semakin banyaknya partisipasi politik antar golongan dalam masyarakat.   Peter McCawley (Jakarta: LP3ES, 1982), 166 – 212. Merupakan versi
                   Fragmentasi tersebut pada  akhirnya merupakan faktor yang  berperan   terjemahan dari Anne Booth dan Peter McCawley (ed), The Indonesian
                   dalam menentukan  arah kebijakan fiskal ataupun menghambat   Economy  During the Soeharto Era (Selangor: Oxford University  Press,
                   perubahan kebijakan ekonomi yang dirasa perlu. Lihat Nouriel Roubini   1981).
                   dan Jeffrey Sachs. 1989. “Government Spending and Budget Deficits in   54 Mick Moore, “The Changing Politics of Tax Policy Reforming in
                   Industrial Economies”, NBER Working Paper, No 2919 (April, 1989).  Developing Countries,” Op.Cit., 1.
   5   6   7   8   9   10   11   12   13