Page 5 - Working Paper (Pesta Demokrasi Tanpa Kebijakan Pajak)
P. 5
DDTC Working Paper 0614
5
memberikan tempat bagi Pemilu serta keleluasaan dengan platform kebijakan; yang bersifat dapat
bagi organisasi politik baru untuk terlibat (free berubah-ubah (fleksibel) dan tidak terkait dengan
entry). Pemilih akan mendukung (memilih) salah ideologi. Pada banyak negara demokrasi, terdapat
satu organisasi politik berdasarkan kebijakan tren semakin rendahnya korelasi antara ideologi
yang diusung masing-masing organisasi. Dengan organisasi politik dengan pilihan seseorang. Hal
demikian, terdapat suatu tekanan yang memaksa ini banyak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan
tiap organisasi politik untuk menjual atau pemilih. Pemilih tersebut sering dianggap swing
mengimplementasikan platform kebijakan yang voter, yang lebih sensitif terhadap platform
16
diperkirakan akan meningkatkan dukungan suara kebijakan yang ditawarkan daripada ideologi.
di Pemilu berikutnya. 13 Jumlah swing voter ini tidak bisa dianggap kecil.
Secara sederhana, teori ini menjelaskan bahwa: Lebih lanjut lagi, pajak merupakan bentuk
setiap organisasi politik membutuhkan dukungan kontrak sosial antara negara dengan masyarakat
suara, namun dukungan suara tersebut pada sebagai mekanisme pembiayaan pemerintah.
dasarnya mengikuti preferensi-preferensi yang Semakin tinggi tingkat legitimasi pemerintah,
ada dalam masyarakat. Berikutnya, masyarakat maka terdapat suatu kepercayaan masyarakat
akan mencocokkan sejauh mana platform sebagai Wajib Pajak kepada pemerintah. Legitimasi
kebijakan yang ditawarkan oleh organisasi politik tersebut juga merupakan suatu bentuk dukungan
sejalan dengan preferensi mereka. Oleh karena itu, masyarakat karena adanya kesamaan antara
besaran dukungan suara akan sangat ditentukan platform kebijakan organisasi politik yang akan
oleh platform kebijakan pajak yang ditawarkan memerintah dengan preferensi dukungan. Dengan
sebelum Pemilu berlangsung. Dukungan suara adanya dukungan tersebut, pada hakikatnya telah
dapat saja meningkat atau menurun dengan adanya terjalin suatu kontrak sosial di mana kemudian
sinyalemen platform kebijakan yang diusung. hari para pendukung akan berkontribusi dengan
membayar pajak. Akibatnya, kebijakan pajak yang
Isu pajak yang berkembang di negara
terjadi pada dasarnya adalah suatu kesepakatan
demokrasi dapat menarik dan mengubah suara
yang formal dan mengikat antara warga negara
pemilih, terkait dengan keuntungan apa yang
dengan negara. Tidak ada pengenaan pajak, tanpa
dapat mereka nikmati, ketika memilih organisasi
adanya suatu representasi politik. Kebijakan pajak
14
politik tersebut. Tidak hanya dalam konteks
yang tercipta juga cenderung meminimumkan
Pemilu, isu pajak juga dapat membuat ditariknya
potensi kehilangan dukungan atau biaya politik
dukungan, hilangnya kepercayaan publik, maupun
(political cost) dan erat kaitannya dengan
menciptakan social unrest. Sebagai contoh, 17
penggunaan berbagai basis pajak.
Margaret Thatcher harus mengundurkan diri pasca
adanya kerusuhan besar-besaran di kota London Kesimpulannya, model probabilistic voting
yang menentang akan diberlakukannya poll tax. 15 merupakan pintu masuk kerangka keterkaitan
antara pentingnya platform kebijakan pajak
Betul bahwa konstituen tidak hanya yang dimiliki organisasi politik dan bagaimana
melihat sebatas pada platform kebijakan yang interaksinya dengan konstituen (yang juga
ditawarkan, namun juga ideologi dari organisasi diwakili oleh aktor lainnya). Kebijakan pajak
politik. Sayangnya, organisasi politik memiliki dalam sistem demokrasi terbentuk dari interaksi
kecenderungan untuk bersifat oportunis, antara aktor-aktor yang mempunyai peranan besar
pragmatis, dan berorientasi hanya untuk dalam penentuan kebijakan pajak, baik dalam
memaksimumkan dukungan suara semata. skala nasional (domestik) maupun dalam skala
Ideologi dari suatu organisasi politik umumnya internasional. 18
bersifat permanen (tetap), misal: sosialis, religius,
kesetaraan, dan sebagainya. Hal tersebut berbeda
13 Walter Hettich dan Stanley L. Winer, Democratic Choice and Taxation:
A Theoretical and Empirical Analysis (New York: Cambridge University
Press, 1999), 18.
14 Paola Profeta dan Simona Scabrosetti, The Political Economy of
Taxation: Lessons from Developing Countries (USA: Edward Elgar
Publishing Limited, 2010), 1. 16 Torsten Persson dan Guido Tabellini, Political Economics: Explaining
Economic Policy (Massachusetts: MIT Press, 2000), 52 – 54.
15 Poll tax riots yang terjadi di kota London pada tanggal 31 Maret
1990 dianggap sebagai salah satu alasan yang mendorong pengunduran 17 Walter Hettich dan Stanley L. Winer, Democratic Choice and Taxation:
diri Margaret Thatcher, Perdana Menteri Inggris saat itu yang A Theoretical and Empirical Analysis (New York: Cambridge University
berasal dari Partai Konservatif. Kerusuhan tersebut dilatarbelakangi Press, 1999), seperti dikutip oleh Stanley L. Winner, Lawrence W. Kenny,
ketidakpersetujuan publik atas apa yang dinamakan sebagai poll tax, dan Walter Hetich, “Political Regimes, Institutions, and the Nature of
terutama karena isu ketidakadilan. Poll tax pada dasarnya adalah pajak Tax Systems,” dalam The Elgar Guide to Tax Systems, ed. Emilio Albi
per kepala, artinya setiap orang berapapun penghasilan dan kekayaannya dan Jorge Martinez-Vazquez (Massachusetts: Edward Elgar Publishing,
akan membayar dengan tarif pajak yang sama. Walaupun jenis pajak ini 2011), 379.
efisien secara ekonomi, tetapi tidak mempertimbangkan prinsip vertical 18 Michael L. Ross, Does Taxation Lead to Representation (Cambridge:
equity. Cambridge University Pres, 2004), 229-249.