Page 3 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 3
Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia
B. Bawono Kristiaji & Awwaliatul Mukarromah
2
1
A. Pendahuluan
Pajak penghasilan (PPh) merupakan salah satu tulang punggung penerimaan negara. Tak
heran, agenda reformasi pajak yang tengah diusung pemerintah salah satunya akan menyasar
pada penyempurnaan undang-undang (UU) PPh. Belakangan ini, perubahan kebijakan dalam
bidang perpajakan terutama di sektor PPh juga sangat dinantikan oleh sebagian besar
stakeholders pajak.
Dalam rumusan UU PPh yang berlaku saat ini, Pemerintah Indonesia mengatur mengenai
pengenaan PPh secara (yang bersifat) final atas objek pajak tertentu. Sistem pengenaan PPh
3
final ini pada dasarnya menjadi salah satu cara pemerintah dalam menarik pajak dengan cara
yang sederhana. Disebut sederhana karena wajib pajak dapat menghitung pajak dengan satu
kali hitung, umumnya dengan mengalikan penghasilan bruto dengan tarif.
Selain itu, skema PPh final memiliki tarif khusus atas setiap jenis penghasilan dan biaya-biaya
yang terkait atas penghasilan tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
Dalam konteks ini, PPh final diberikan perlakuan berbeda dengan mekanisme penghitungan
secara tersendiri. Mengingat sifat pungutannya yang seketika, penghasilan yang dikenai PPh
4
final juga tidak lagi diikutsertakan dalam penghitungan pajak terutang tahunan, meskipun
nantinya tetap harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).
Lebih lanjut, seiring dengan perubahan UU PPh, proporsi pengenaan PPh final di Indonesia
justru semakin luas. Saat ini, baik secara eksplisit maupun implisit, PPh final tersebar dalam
beberapa pasal, seperti Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal
22, dan Pasal 26. Setiap jenis PPh final tersebut memiliki aturan pajak tersendiri, dan hampir
semua sistem pemajakannya mulai dari penentuan dasar pengenaan pajak, tarif pajak, hingga
mekanisme pemotongan atau pemungutannya didelegasikan kepada aturan di luar undang-
undang.
5
Lantas, apakah definisi dan konsep PPh final di Indonesia? Sejauh mana konsep tersebut telah
selaras dengan konsep dan praktik secara umum? Adakah perbedaan dari masing-masing PPh
final dalam UU PPh?
Inilah yang menjadi tantangan pertama. Ditinjau dari definisi secara an sich, PPh final
umumnya hanya dikaitkan dengan mekanisme withholding tax yang bersifat final atas
penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Minimnya pembahasan
6
1 Partner Tax Research & Training Services DDTC.
2 Senior Tax Researcher, Tax Research & Training Services DDTC.
3 Mansury, Indonesian Income Tax: A Case Study in Tax Reform of Developing Country, (Singapura: Asia
Pacific Tax and Investment Research Centre, 1992), 189.
4 Merujuk penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis
penghasilan yang bersifat final termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran,
pemotongan, atau pemungutannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
5 Pemajakan PPh final pada umumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) dan lainnya yang mengatur secara khusus untuk jenis penghasilan tertentu yang
menjadi objek PPh final.
6 Lihat definisi yang diajukan OECD dan IBFD. Pembahasan mengenai hal ini dapat ditemui pada bagian
kedua working paper ini.
1