Page 6 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 6
Dari definisi yang diajukan oleh kedua lembaga tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal,
yaitu:
(i) pajak final diletakkan dalam konteks PPh. IBFD menyebutkan konteks ‘penghasilan’,
sedangkan OECD menyebutkan ‘Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)’ yang
secara tidak langsung berada di ranah PPh. Artinya, penyebutan frasa ‘final’ yang
melekat pada frasa ‘PPh’ dirasa sudah tepat.
(ii) pajak final berkaitan erat dengan mekanisme withholding tax yang melibatkan pihak
ketiga sebagai pemotong penghasilan.
(iii) adanya perbedaan tarif pajak. Kedua definisi tersebut memperlihatkan bahwa pajak
final berkaitan erat dengan suatu tarif yang berlaku khusus. Pada definisi OECD, hal
tersebut ditunjukkan melalui perbedaan tarif withholding tax antara yang tercantum
dalam P3B dengan yang berlaku secara umum. Selanjutnya, definisi IBFD menegaskan
mengenai pembedaan dengan tarif yang berlaku progresif yang mana umum dalam
sistem PPh khususnya orang pribadi.
(iv) adanya pemisahan perlakuan pajak. Secara implisit, IBFD mendefinisikan pajak final
sebagai pajak yang diterapkan pada suatu penghasilan yang tidak diikutsertakan dalam
perhitungan nilai pajak terutang dalam rezim yang berlaku umum.
(v) merepresentasikan nilai akhir sehingga atas pemotongan dan penyetoran tersebut
tidak akan diperhitungkan dalam menghitung pajak terutang.
(vi) umumnya dalam konteks pajak internasional. Hal ini terlihat jelas dalam penjelasan
OECD. Di sisi lain, IBFD menggunakan konteks ini sebagai contoh praktik pajak final
yang biasanya dilakukan.
Namun demikian, definisi dan konteks yang menyertai penyebutan pajak final tersebut belum
bisa menjelaskan mengenai konsep dan filosofi atas PPh final. Penjelasan yang memadai
tentang justifikasi dari pengenaan PPh final belum tersedia.
B.2 PPh Final sebagai Konsekuensi Sistem Pajak
B.2.1 Schedular Tax System
12
Secara teori, ada dua model sistem pengenaan PPh, yaitu sistem pemajakan global (global
taxation system) dan sistem pemajakan schedular (schedular taxation system). Kedua model
13
ini memiliki karakteristik dan cara penerapan yang berbeda serta kelebihan dan
kekurangannya masing-masing.
Sistem pengenaan PPh berdasarkan global taxation adalah sistem yang mengenakan pajak
atas seluruh jenis penghasilan tanpa memperhatikan karakteristik, sumber, dan jenis
penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Dengan kata lain, sistem global taxation merupakan
14
sistem yang mengenakan penghasilan berdasarkan accretion concept, yaitu konsep yang
menjumlahkan seluruh jenis penghasilan tanpa memandang sumbernya.
15
12 Bagian ini diadopsi dan dimodifikasi dari Darussalam, “Antara Pemajakan Global dan Schedular, Pilih
Mana?”, DDTCNews, 3 Februari 2020.
13 Janet Stotsky, “The Base of the Personal Income Tax,” dalam Tax Policy Handbook, ed. Parthasarathi
Shome (Washington DC: IMF, 1999), 121.
14 Lee Burns dan Richard Krever, “Individual Income Tax,’’ dalam Tax Law Design and Drafting Volume 2,
ed. Victor Thuronyi (United Kingdom: IMF, 1998), 495.
15 Reuven S. Avi-Yonah, Nicola Sartori, dan Omri Marian, Global Perspective on Income Taxation Law (New
York: Oxford University Press, 2011), 18.
4