Page 8 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 8
pajak. Kedua, penerapan tarif PPh progresif dalam sistem ini dapat dapat mendistorsi pilihan
wajib pajak untuk melakukan pekerjaan yang memberikan penghasilan tinggi.
24
Di sisi lain, meskipun disebut tidak lebih unggul dari sistem global taxation, sistem schedular
taxation juga memiliki kelebihannya tersendiri. Pertama, sistem ini dianggap lebih mudah
25
diterapkan bagi negara yang belum memiliki sistem administrasi yang canggih karena adanya
sistem witholding tax. Kedua, dapat menjaga jumlah penerimaan negara karena pengawasan
atas penerimaan PPh akan lebih mudah dilakukan mengingat setiap jenis penghasilan telah
dikelompokkan sesuai dengan sumber penghasilannya. Ketiga, dianggap dapat meningkatkan
jumlah penerimaan negara karena dalam sistem ini terdapat perlakuan tarif PPh yang
berbeda untuk setiap jenis penghasilan.
Sistem schedular taxation bukanlah sistem yang sempurna karena sistem ini juga memiliki
beberapa kekurangan. Pertama, pengelompokkan penghasilan berdasarkan sumber
penghasilannya dianggap menimbulkan beban administrasi bagi otoritas pajak. Kedua,
adanya pembedaan pengenaan tarif PPh berdasarkan sumber penghasilan dapat digunakan
oleh wajib pajak sebagai celah untuk melakukan perencanaan pajak (tax planning).
26
Setiap negara berhak untuk menentukan sistem pengenaan mana yang akan diterapkan,
apakah sistem global taxation, schedular taxation, atau campuran dari kedua sistem tersebut.
Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Brazil menerapkan sistem global taxation. Sementara itu,
beberapa negara di Eropa, seperti Italia, Prancis, Jerman, Spanyol, dan UK menerapkan
sistem schedular taxation.
27
Sistem pemajakan global umumnya digunakan oleh negara-negara maju sementara sistem
pemajakan schedular banyak digunakan pada negara-negara berkembang. Namun, dalam
praktik kedua sistem tersebut umumnya diterapkan oleh hampir semua negara secara
bersama-sama. Indonesia sendiri menggunakan metode campuran dalam pengenaan
pajaknya. Penerapan global taxation tercermin dari rumusan Pasal 4 ayat (1) UU PPh yang
menyebutkan bahwa pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara menjumlahkan semua
jenis tambahan kemampuan ekonomis di manapun didapat, di Indonesia dan di luar negeri.
Lalu atas seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku
atas semua wajib pajak. Sistem pemajakan global pada dasarnya memenuhi konsep keadilan
28
dalam perpajakan, yaitu keadilan horizontal dan keadilan vertikal.
Sementara itu, penerapan schedular taxation menyebabkan penghasilan-penghasilan
tertentu dikenakan tarif sendiri-sendiri berdasarkan aturan yang berlaku. Di Indonesia,
penerapan sistem ini dapat dilihat pada pengenaan PPh final yang diatur dalam beberapa
pasal, misalnya Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, dan Pasal 17 ayat (2c) UU PPh. Umumnya, tujuan
dari sistem ini adalah untuk mempercepat masuknya penerimaan negara dan
penyederhanaan administrasi perpajakan karena sifatnya yang final atau langsung dipotong
pajak setiap saat penghasilan tersebut timbul.
B.2.2 Dual Income Tax
Walaupun secara teori sistem pengenaan PPh terbagi menjadi dua model terpisah, pada
praktiknya, kedua sistem tersebut diterapkan secara bersama-sama oleh beberapa negara.
Sistem inilah yang disebut dengan dualistic composite system. Dualistic atau kerap disebut dual
24 Robin Boadway, “The Dual Income Tax System – An Overview,” CESifo DICE Report No. 3 (2004), 3.
25 Janet Stotsky, Loc.Cit.
26 Lee Burns dan Richard Krever, Loc.Cit.
27 Reuven S. Avi-Yonah, Nicola Sartori, Loc.Cit.
28 Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1996), 82.
6