Page 17 - Working Paper (Sistem Pemajakan: Dari Worldwide ke Territorial Bagaimana dengan Indonesia?)
P. 17
tidak dapat melaksanakan ‘haknya’ untuk mengenakan pajak atas penghasilan dari
luar negeri. Oleh karenanya, CFC Rules yang kuat diperlukan oleh negara yang
40
menerapkan sistem pajak worldwide.
Penting untuk diperhatikan bahwa memang pada umumnya, negara dengan sistem
pajak territorial tidak memerlukan penerapan CFC Rules karena penghasilan dari
luar negeri tidak menjadi fokus penerapannya. Namun, praktik ini hanya berlaku
apabila sistem pajak yang diterapkan adalah sistem territorial yang murni. Bagi
negara yang menerapkan sistem pajak territorial dengan berbagai modifikasi
sebagaimana yang akan dijelaskan dalam poin C, keberadaan CFC Rules menjadi
penting untuk mencegah terjadinya berbagai praktik penghindaran pajak.
(ii) Pertukaran Informasi untuk Tujuan Pajak
Era globalisasi menyebabkan persaingan usaha di pasar global semakin meningkat.
Dengan meningkatnya persaingan tersebut, di satu sisi memang membawa dampak
positif bagi perekonomian negara. 41 Akan tetapi, di sisi lainnya dapat
mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan negara-negara tax haven 42&43
yang seringkali digunakan untuk tujuan aggressive tax planning. Hal ini dapat
44
berakibat pada terjadinya pengikisan dasar pengenaan pajak (erotion tax base),
terutama bagi negara-negara yang basis pengenaan pajaknya menerapkan sistem
45
pajak worldwide.
Penggunaan negara tax haven dalam praktik aggressive tax planning didukung pula
oleh ketatnya akses data perbankan yang melindungi kerahasiaan informasi
nasabah. Kerahasiaan bank dapat didefinisikan sebagai sebuah prinsip perbankan
untuk melindungi informasi pribadi nasabah. Akibatnya, otoritas pajak di negara
46
domisili mengalami kesulitan untuk mendeteksi kekayaan wajib pajaknya.
Permasalahan di atas dapat diatasi jika terdapat sarana untuk meningkatkan
transparansi informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Peningkatan
transparansi memungkinkan otoritas pajak untuk memeriksa informasi keuangan
wajib pajaknya serta menilai kepatuhan pembayaran pajak. Namun, sarana untuk
meningkatkan transparansi harus dilengkapi dengan persetujuan berbagai negara
untuk saling bertukar informasi terkait aktivitas wajib pajaknya di negara lain.
Terdapat tiga jenis metode pertukaran informasi antara lain: (i) pertukaran
informasi dengan permintaan; (ii) pertukaran informasi secara spontan; dan (iii)
40 Dikutip dari pernyataan B. Bawono Kristiaji dalam “CFC Rules Pertegas Aturan Pajak Dividen dari Luar
Negeri,” DDTCNews, Internet, dapat diakses melalui https://news.ddtc.co.id/berita-pajak-hari-ini-cfc-
rules-pertegas-aturan-pajak-dividen-dari-luar-negeri-10640.
41 D.P. Mittal, “Finance Bill 2011 Enforcing Information from Jurisdictions Lacking Transparency,”
International Taxation 4 (Maret 2011): 236.
42 OECD, OECD Harmful Tax Competition An Emerging Global Issue (Paris: OECD Publishing, 1998), 14, 18.
43 OECD mendefinisikan tax haven sebagai negara dengan tarif pajak rendah atau negara tanpa pemajakan
sama sekali, pertukaran informasi yang tidak efektif, serta kurang transparan dalam pemajakannya,
termasuk transparansi dalam hal dan kerahasian beneficial ownership. Lihat William H. Byrnes dan
Robert J. Munro, LexisNexis Guide to FATCA Compliance (United States: LexisNexis, 2013), 1-17.
Lorraine Eden dan Robert T, “Tax Havens: Renegade States in the International Tax Regime?,” Law &
44
Policy 27, no. 1 (Januari 2005): 101 menyebutkan bahwa: “Havens typically have low or zero tax rates on
personal and/or corporate income, secrecy laws on banking and other financial transaction, and few or
no restrictions on financial transactions.”
Mark Blumberg, “Harmful Tax Competition: Is Harmful Tax Competition Actually Harmful?,” The OECD’s
45
Report (Januari 2001): 1.
46 Tony Anamourlis dan Les Nethercott, “An Overview of Tax Information Exchange Agreements and Bank
Secrecy,” Bulletin for International Taxation, (Desember 2009): 616
15