Page 4 - Working Paper (Sistem Pemajakan: Dari Worldwide ke Territorial Bagaimana dengan Indonesia?)
P. 4
dan bagaimana sistem pajak tersebut saling berinteraksi. Penerapan sistem pajak
internasional yang sesuai tentunya berpotensi menciptakan iklim investasi yang baik.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak negara berusaha keras untuk
menciptakan sistem pajak yang kompetitif sebagai upaya memajukan investasi lintas
5
batas negaranya.
Setiap negara bebas untuk merancang dan menerapkan sistem pajak internasionalnya
sendiri. Namun, pada umumnya, sistem pajak internasional dirancang berdasarkan dua
6
prinsip perpajakan dasar, yaitu prinsip domisili (the residence principle) dan prinsip
7
sumber (the territoriality principle). Sistem pajak yang dirancang berdasarkan prinsip
domisili dikenal dengan istilah sistem pajak worldwide. Sementara itu, sistem pajak
8
berdasarkan prinsip sumber disebut dengan sistem pajak territorial.
Bagi suatu negara, penerapan sistem pajak internasional yang efektif merupakan salah
satu ‘bekal’ dalam memenangkan kompetisi pajak global. Itulah sebabnya mengapa
pemilihan sistem pajak seringkali menjadi fokus dan topik utama dalam pajak
internasional. Bahkan, banyak ahli pajak internasional yang berusaha merumuskan
implikasi dari kedua sistem pajak tersebut.
Pada praktiknya, tren yang terjadi saat ini adalah adanya kecenderungan negara-negara
9
untuk beralih dari sistem pajak worldwide menjadi sistem pajak territorial. Dimulai dari
United Kingdom (UK) dan Jepang yang mengubah sistem pajak internasionalnya dari
sistem pajak worldwide ke territorial. Kemudian, mengikuti jejak Jepang dan UK yang
terlebih dahulu ‘hijrah’, AS pun memasukkan perubahan sistem pajak dari worldwide
menjadi territorial sebagai salah satu poin reformasi pajak yang dilakukannya.
Mullins dalam tulisannya yang berjudul “Moving to Territoriality? Implications for the
United States and the Rest of The World” mencoba menganalisis apa yang menjadi alasan
utama adanya tren suatu negara untuk mengubah sistem pajaknya dari worldwide ke
territorial. Berdasarkan analisisnya tersebut, Mullins memaparkan beberapa alasan di
antaranya adalah sistem pajak territorial dianggap mampu mengurangi kompleksitas
yang terjadi dari penerapan sistem worldwide, meningkatkan daya saing ekonomi suatu
negara, mencegah terjadinya penguncian modal di luar negeri (lock-out capital), serta
mengeliminasi berbagai loophole dari penerapan sistem worldwide yang dapat merugikan
negara.
10
Terlepas dari alasan yang dikemukakan oleh Mullins di atas, pemahaman mengenai
konsep sistem pajak internasional worldwide dan territorial sangat penting untuk
dimiliki. Terutama bagi negara yang sedang dalam proses ‘memilih’ desain pajak atau
5 Li Liu, “Where Does Multinational Investment Go with Territorial Taxation? Evidence from the UK,” IMF
Working Paper WP/18/7 (Januari 2018): 4.
6 Terkadang disebut juga dengan worldwide principle.
7 Disebut juga dengan source principle. Konsep territoriality principle yang dibahas dalam working paper
ini adalah konsep yang digunakan dalam undang-undang pajak internasional dan berbeda dari konsep
territoriality principle menurut hukum internasional publik.
8 Wei Hwa See, “The Territoriality Principle in the World of the OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting
Initiative: The Cases of Hong Kong and Singapore – Part I,” Bulletin for International Taxation, Januari
2017, 43.
9 Thornton Matheson, Victoria Perry, dan Chandara Veung, “Territorial vs. Worldwide Corporate Taxation:
Implications for Developing Countries,” IMF Working Paper WP 13/205 (Oktober 2013): 3-4.
10 Peter Mullins, “Moving to Territoriality? Implications for the United States and the Rest of the World,”
IMF Working Paper (Juni 2006): 12.
2