Page 7 - Working Paper (Sistem Pemajakan: Dari Worldwide ke Territorial Bagaimana dengan Indonesia?)
P. 7
B.1.1. Filosofi dan Dasar Terbentuknya Sistem Pajak Territorial
Berdasarkan filosofinya, sistem pajak territorial merupakan sistem pajak yang didasari
pada adanya manfaat yang diterima oleh wajib pajak dari suatu negara sehingga negara
tersebut “merasa” berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima wajib
pajak tersebut. Misalnya, wajib pajak A menerima penghasilan yang berasal dari aktivitas
ekonomi yang dilakukannya di Negara B. Dalam kasus ini, Negara B “merasa” berhak
untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak A karena
aktivitas ekonomi yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan tersebut terjadi di
negaranya. Tanpa adanya aktivitas ekonomi di negaranya, mustahil wajib pajak A dapat
memperoleh penghasilan tersebut. Dengan demikian, Negara B berpendapat bahwa wajib
pajak A telah menerima manfaat dari teritorial atau wilahnya.
Selain tempat aktivitas ekonomi, hubungan tersebut juga bisa didasarkan pada manfaat
lainnya, seperti tempat suatu harta, tempat aktivitas pemberian jasa, tempat kontrak
ditandatangani, tempat pembayar penghasilan berdomisili, atau tempat pembebanan
biaya. Oleh karena penekanannya adalah keterhubungan antara wajib pajak dengan
manfaat yang diterimanya dari negara tempat penghasilan diperoleh, sistem ini disebut
18
juga dengan sistem berdasarkan prinsip manfaat (benefit principle).
Lebih lanjut, Mullins menjelaskan bahwa penerapan sistem pajak teritorial tidak dapat
dilepaskan dari konsep capital import neutrality, yaitu netralitas yang terwujud apabila
semua investor di suatu negara menghadapi tarif pajak yang sama, terlepas dari besarnya
tarif pajak di negara domisili mereka. Oleh karena itu, dengan diterapkannya sistem pajak
territorial, investor asing dan lokal di suatu negara dapat bersaing dengan basis pajak
yang sama. Inilah alasan mengapa penerapan sistem territorial dapat mendorong
19
terjadinya investasi ke luar negeri (outbound investment). Gambar 2 di halaman berikut
memberikan ilustrasi tentang capital import neutrality.
Sistem pajak territorial yang memenuhi konsep capital import neutrality juga
20
dikemukakan oleh Gravele sebagai berikut:
“in territorial or source-based tax systems, income is taxed only by the country in
which it is earned. It meets the standards of capital import neutrality in that each
firm in a location faces the same tax rate.”
(dengan penambahan penekanan)
Sistem pajak territorial yang mengecualikan pengenaan pajak atas penghasilan yang
bersumber dari luar negeri ini juga biasa disebut dengan sistem pembebasan. Dari
21
18 Berdasarkan prinsip manfaat, hak suatu yurisdiksi untuk mengenakan pajak didasarkan oleh manfaat
serta jasa yang disediakan yurisdiksi tersebut kepada wajib pajak. Dengan kata lain, prinsip manfaat
menentukan bahwa suatu negara memiliki hak untuk mengenakan pajak kepada WPDN dan WPLN yang
memperoleh manfaat dari jasa-jasa yang disediakan oleh negara tersebut. Lihat OECD, Addressing the
Tax Challenges of the Digital Economy – Action 1: 2015 Final Report (Paris: OECD, 2015), 23..
19 Penyebabnya, negara yang menganut sistem pajak territorial tidak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber dari luar negeri sehingga beban pajak yang ditanggung oleh investor yang melakukan
investasi di luar negeri hanyalah pajak di negara sumber. Dengan ringannya beban pajak yang
ditanggung jelas mendorong investor untuk melakukan investasi ke luar sebanyak-banyaknya. Pada
akhirnya, sebagaimana pendapat Knoll, sistem pajak territorial mendukung agar perusahaan
multinasional dapat bersaing dengan perusahaan asing dalam merebut pasar investasi global. Lihat
Reuven S. Avi-Yonah dan Nicola Sartori, Op.Cit., 3,5.
20 Reuven S. Avi-Yonah dan Nicola Sartori, Op.Cit., 5.
21 Perlu diperhatikan bahwa tidak semua negara yang membebaskan pengenaan pajak atas penghasilan
dari luar negeri disebabkan negara tersebut menerapkan sistem pajak territorial. Beberapa negara,
5