Page 46 - Working Paper (Sistem Pemajakan: Dari Worldwide ke Territorial Bagaimana dengan Indonesia?)
P. 46

juta. Secara keseluruhan, laba bersih yang diterima dari investasi luar negeri melalui BUT
                   sebesar USD67,5 juta. Dengan kata lain, terdapat tarif pajak efektif sebesar 32,5%.

                   Dalam  ilustrasi  terakhir, diilustrasikan  bahwa  pemegang  saham  ingin melakukan
                   investasi dalam negeri melalui pendirian perusahaan anak di Indonesia. Atas penghasilan
                   yang diperoleh oleh perusahaan anak dalam negeri sebesar USD100 juta akan dikenakan
                   pajak sebanyak dua kali: (i) di tingkat perusahaan anak sebesar USD25 juta (25% dari
                   laba usaha); dan (ii) pada saat PT Induk menyerahkan dividen kepada pemegang saham
                   sebesar USD7,5 juta (pajak final 10% dari USD75 juta). Sebagai  catatan,  penyerahan
                   dividen dari perusahaan anak ke PT Induk tidak ada beban pajak karena dalam sistem
                   pajak Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan,  intercompany dividend  tidak
                   dikenakan PPh.
                   Dari ketiga ilustrasi tersebut terlihat bahwa tarif pajak efektif di Indonesia masih sangat
                   tinggi, terutama ketika pemegang saham memutuskan untuk melakukan investasi di luar
                   negeri melalui perusahaan anak. Tarif pajak efektif sebesar 46% tersebut bisa dianggap
                   sebagai triple taxation. Tingginya beban tersebut berpotensi untuk mengurangi motivasi
                   pemilik modal ataupun korporasi dari Indonesia untuk melakukan investasi ke luar. Di
                   sisi lain, tingginya beban tersebut juga mendorong praktik penghindaran pajak, misalkan
                   imbal hasil investasi tidak  diserahkan dalam bentuk dividen, tetapi  dengan adanya
                   perilaku anak perusahaan yang memberikan pinjaman kepada perusahaan induk (up-
                   stream  loans)  atau  misalkan  memberikan  pinjaman  kepada  afiliasi  yang  lain  yang
                   berkedudukan di negara dengan tarif tinggi yang nantinya akan mengalirkan kembali
                   kepada perusahaan induk (Altshuler dan Grubert, 2002).  118
                   Lalu, bagaimana jika Indonesia mengadopsi adanya pembebasan atas foreign dividend
                   seperti halnya di beberapa negara OECD?

                   Hal ini diilustrasikan pada Tabel 10. Dengan skenario yang sama dengan contoh pada
                   Tabel 9, ketika pemegang saham ingin melakukan investasi luar negeri melalui pendirian
                   perusahaan anak, beban pajak yang akan dikenakan adalah sebagai berikut: (i) di tingkat
                   perusahaan anak sebesar USD20 juta (tarif PPh Badan 20% dari laba USD100 juta); (ii)
                   pemotongan withholding tax atas pembayaran dividen kepada PT Induk sebesar USD8
                   juta (diasumsikan tarif 10% terhadap USD80 juta); dan (iii) di tingkat pemegang saham
                   sebesar USD7,2 juta (pajak final 10% terhadap dividen sebesar USD72 juta). Sebagai
                   rangkuman, laba bersih  yang  diterima  oleh pemegang saham dari penghasilan laba
                   perusahaan anak adalah sebesar USD64,8 juta, atau tarif pajak efektifnya sebesar 35,2%.
                   Penting untuk diketahui, tarif pajak efektif dari investasi melalui perusahaan anak bisa
                   saja bervariasi tergantung dari tarif withholding tax di negara sumber.
                   Pada saat pemegang saham ingin melakukan investasi melalui kantor cabang (BUT) maka
                   laba bersih yang diterimanya sebesar USD72 juta (tarif pajak efektif 28%) karena atas
                   penghasilan  BUT  hanya  dikenakan  pajak  di  tingkat  perusahaan  anak  dan  di  tingkat
                   pemegang saham. Jika dibandingkan, dalam sistem foreign dividend exemption, investasi
                   yang paling menguntungkan adalah dengan mendirikan BUT di negara sumber.
                   Selain itu, persoalan di Indonesia juga bisa dilihat dari masih dipergunakannya classical
                   system dalam konteks hubungan antara korporasi dan pemegang saham. Artinya, atas

                   118   Rosanne Altshuler dan Harry Grubert, “Repatriation Taxes, Repatriation Strategies and Multinationals’
                      Financial Policy,” Journal of Public Economics Vol 87 No 1 (2002): 73-107.



                                                                                                   44
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51