Page 32 - Working Paper (Prospek Pajak Warisan di Indonesia)
P. 32
Sistem hukum waris yang dianut di Indonesia meliputi Hukum Waris Islam, Hukum Waris
Adat dan Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Dua hal
82
utama yang dapat menentukan sistem pajak warisan ialah bahwa siapa saja yang berhak
menjadi ahli waris dan besarnya bagian warisan yang menjadi hak masing-masing ahli
waris, akan ditentukan berdasarkan aturan terkait hukum waris yang dianut oleh pihak
yang mewariskan (pewaris).
Hukum waris pertama ialah hukum waris perdata yang diberlakukan bagi masyarakat
pemeluk agama di luar Islam yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata). Hukum ini menganut sistem individual, di mana setiap
ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.
Berdasarkan hukum waris ini, terdapat dua ketentuan terkait cara untuk mewariskan
harta kekayaan kepada generasi selanjutnya, yaitu sebagai berikut:
83
(i) mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat
yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat.
Berdasarkan ketentuan ini, terdapat empat golongan ahli waris berdasarkan
undang-undang, yaitu : Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta
keturunannya; Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta
keturunannya; Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas; dan
Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh,
termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya;
(ii) mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si
pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya
harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.
Sementara itu, hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama
Islam dan diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berdasarkan
hukum ini, terdapat tiga syarat terjadinya pewarisan ada sehingga dapat memberi hak
kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan. Tiga kondisi tersebut ialah
84
sebagai berikut:
(i) orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat dibuktikan
secara hukum bahwa ia telah meninggal. Apabila terdapat pembagian atau
pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup maka kondisi ini
tidak dapat dinyatakan sebagai kategori waris, tetapi melainkan kondisi
terjadinya hibah;
(ii) orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan
meninggal dunia; dan
82 Mohammad Yasir Fauzi, “Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia,” Ijtitamaiyya Vol. 9, No. 2 (Bandar
Lampung: Agustus 2016): 56.
83 Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 sampai
dengan Pasal 209.
84 Hal ini kemudian sangat berkaitan dengan taxable event yang menentukan skenario pemajakan
tersebut.
30