Page 38 - Working Paper (Prospek Pajak Warisan di Indonesia)
P. 38
D.2.3 Faktor Pendukung: Lanskap Global
Kebutuhan pengenaan pajak warisan maupun jenis pajak kekayaan lainnya telah menjadi
pertimbangan di banyak kawasan selama beberapa tahun terakhir. Kekayaan global yang
terkonsentrasi pada sekelompok individu super kaya, kontribusi pajak yang rendah,
risiko perencanaan pajak yang agresif, pelarian dana, hingga perubahan status SPDN
demi menghindari pajak telah mendorong dinamika lanskap pajak global pada saat ini.
Dinamika tersebut justru menjadi faktor pendukung yang memungkinkan
pengimplementasian pajak warisan sebagai berikut.
Pertama, adanya kerjasama pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange
of information) yang mendorong transparansi kepemilikan harta kekayaan. Berdasarkan
data kekayaan di tax haven pada tahun 2015, estimasi dana global yang disimpan di
negara-negara tax haven tersebut mencapai USD7,6 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya
101
sekitar 20% nya saja yang diketahui oleh otoritas pajak negara nasabah tersebut. Dana
tersebut mayoritas diletakkan di Swiss. Untuk Asia, tempat favorit untuk memarkir dana
tersebut ada di Singapura dan Hong Kong. 102
Mencermati hal tersebut, saat ini telah terbentuk kerjasama global di bidang pertukaran
informasi yang mencakup pertukaran secara otomatis, berdasarkan permintaan dan
secara spontan. 103 Informasi yang dipertukarkan dalam kerangka kerjasama tersebut
juga tidak terbatas atas informasi keuangan berdasarkan common reporting standard
(CRS), tetapi juga mencakup pertukaran informasi atas tax ruling, laporan per negara
(CbCR), serta informasi atas beneficial owner.
Kedua, terdapat perkembangan terkait tren kebijakan pajak dalam rangka mencegah
perubahan status SPDN. Fenomena perubahan status SPDN diperkitakan akan semakin
meningkat seiring dengan kesulitan penyembunyian harta atau penghasilan di era
transparansi kecuali apabila para pemilik penghasilan ataupun harta juga turut
berpindah menjadi SPDN di yurisdiksi lokasi disembunyikannya harta. 104
Kebijakan yang diambil bisa bermacam-macam, mulai dari adanya perubahan ke hybrid
tax system dengan membebaskan pajak warisan dari system worldwide, pengenaan exit
tax, adanya re-entry charge, hingga perpanjangan kewajiban pelaporan pajak. Bahkan,
kebijakan-kebijakan tersebut tetap dapat diterapkan ketika seseorang tidak lagi menjadi
SPDN di suatu yurisdiksi. 105 Berbagai kebijakan tersebut umumnya bertujuan untuk
meningkatkan daya saing sumber daya manusia dan mencegah brain drain.
101 Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dilihat di Gabriel Zucman, The Hidden Wealth of Nations
(University of ChicagoPress: September 2015).
102 Hal ini terkonfirmasi dari data deklarasi dan repatriasi dana amensti pajak Indonesia. Selain itu, perlu
juga diperhatikan bahwa kedua negara tersebut juga memperoleh peringkat 8 dan 10 teratas dari
Corporate Tax Haven Ranking 2019 yang dirilis oleh Tax Justice Network.
103 Lihat Deborah, “Pertukaran Informasi untuk Tujuan Perpajakan,” dalam Darussalam dan Danny
Septriadi, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Panduan, Interpretasi, dan Aplikasi (Jakarta:
DDTC, 2017).
104 Reuven Avi-Yonah, “And Yet It Moves: Taxation and Labor Mobility in the Twenty-First Century”
dalam Reuven Avi-Yonah dan Joel Slemrod, Taxation and Migration, (Alphen aan den Rijn: Wolters
Kluer, 2015), 45-56.
105 Nolan Cormac Sharkey, “Tax Treaties and Temporary Residence for Individuals: Tax Abuse? – Focus
on the Rules in Australia, China (People’ s Rep.) and Singapore in the Context of the Tax Treaties
between These States and with India, Japan, Korea (Rep.) and the United Kingdom?” Bulletin for
International Taxation (Februari 2015).
36