Page 20 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 20

Berdasarkan	ketentuan	di	atas,	terdapat	penambahan	PPh	final	Pasal	4	ayat	(2)	menjadi	tiga
                   jenis	 objek	 pajak	 sekaligus	 adanya	 klausul	 ‘penghasilan	 tertentu	 lainnya’	 yang	 membuka
                   ruang	bagi	pemerintah	untuk	menentukan	penghasilan	lain	yang	dapat	dikenakan	pajak	final.
                   Namun,	istilah	pajak	final	sendiri	tidak	disebutkan	secara	tegas	dalam	bunyi	pasalnya.

                   Lebih	 lanjut,	 pada	 bagian	 Penjelasan	 Pasal	 4	 ayat	 (2)	 disebutkan	 bahwa	 untuk
                   mempertimbangkan	kemudahan	dalam	pelaksanaan	pengenaan	serta	agar	tidak	menambah
                   beban	administrasi	baik	bagi	wajib	pajak	maupun	Ditjen	Pajak,	maka	pengenaan	PPh	dalam
                   Pasal	ayat	(2)	dapat	bersifat	final.	Dalam	pertimbangan	lainnya,	tabungan	masyarakat	yang
                   disalurkan	 melalui	 perbankan	 dan	 bursa	 efek	 merupakan	 sumber	 dana	 bagi	 pelaksanaan
                   pembangunan,	 sehingga	 pengenaan	 PPh	 yang	 berasal	 dari	 tabungan	 masyarakat	 tersebut
                   perlu	diberikan	‘perlakuan	tersendiri’.
                   Pertimbangan-pertimbangan	 yang	 mendasari	 diberikan	 perlakuan	 tersendiri	 dimaksud
                   antara	lain	adalah	kesederhanaan	dalam	pemungutan	pajak,	keadilan	dan	pemerataan	dalam
                   pengenaan	 pajaknya	 serta	 memperhatikan	 perkembangan	 ekonomi	 dan	 moneter.	 Oleh
                   karena	itu	pengenaan	PPh	termasuk	sifat,	besarnya,	dan	tata	cara	pelaksanaan	pembayaran,
                   pemotongan,	atau	pemungutan	atas	jenis-jenis	penghasilan	tersebut	diatur	tersendiri	dengan
                   PP.
                   Pada	masa	ini	pemerintah	banyak	menerbitkan	PP	yang	mengatur	pemajakan	final,	meskipun
                   objek	pajak	yang	dimaksud	tidak	disebutkan	dalam	klausul	PPh	4	ayat	(2).	Dengan	kata	lain,
                   objek	 tersebut	 dikategorikan	 sebagai	 penghasilan	 tertentu	 lainnya.	 Untuk	 aturan	 bunga
                   deposito	dan	tabungan-tabungan	lainnya	diperbarui	dengan	terbitnya	PP	No.	51	Tahun	1991
                   tentang	Pajak	Penghasilan	atas	Bunga	Deposito	dan	Tabungan	serta	Diskonto	Sertifikat	Bank
                   Indonesia.	Kemudian	terbit	PP	No.	41	Tahun	1994	tentang	Pajak	Penghasilan	atas	Penghasilan
                   dari	Transaksi	Penjualan	Saham	di	Bursa	Efek	yang	diubah	dengan	PP	No.	14	Tahun	1997.
                   Untuk	pengalihan	tanah	dan/atau	bangunan,	pemerintah	menerbitkan	PP	yang	terus	berubah,
                   yaitu	PP	No.	3	Tahun	1994,	PP	No.	48	Tahun	1994,	PP	No.	27	Tahun	1996,	dan	PP	No.	79	Tahun
                   1999.

                   Berdasarkan	PP	yang	terbit	pada	masa	ini,	dapat	diketahui	pula	penghasilan	lain	yang	masuk
                   klasifikasi	penghasilan	tertentu	lainnya	yang	dikenai	PPh	final	berdasarkan	Pasal	4	ayat	(2),
                   yaitu:

                   (i)   hadiah	undian	(PP	No.	42	Tahun	1994);
                   (ii)   bunga	 atau	 diskonto	 obligasi	 yang	 diperdagangkan	 di	 bursa	 efek	 (PP	 No.	 46	 Tahun
                         1996);
                   (iii)  persewaan	tanah	dan/atau	bangunan	(PP	No.	29	Tahun1996);
                   (iv)  usaha	jasa	konstruksi	(PP	No.	73	Tahun	1996);	dan
                   (v)   penghasilan	 perusahaan	 modal	 ventura	 dari	 transaksi	 penjualan	 saham	 atau
                         penyertaan	modal	(PP	No.	4	Tahun	1995).
                   Kedua,	munculnya	pemotongan	PPh	Pasal	23	yang	bersifat	final	atas	bunga	simpanan	yang
                   dibayarkan	koperasi	dengan	tarif	15%	dari	jumlah	bruto.	Pemajakan	ini	berlaku	untuk	wajib
                   pajak	orang	pribadi	ataupun	badan	dan	berlangsung	hingga	perubahan	UU	PPh	terakhir,	yaitu
                   UU	No.	36/2008.	Dalam	UU	PPh	terbaru,	pemajakan	PPh	Pasal	23	ini	dihapus	dan	digantikan
                   dengan	dua	skema,	yaitu	(i)	menjadi	objek	PPh	final	Pasal	4	ayat	(2)	untuk	orang	pribadi	dan
                   (ii)	menjadi	objek	PPh	Pasal	23	untuk	badan	yang	bersifat	tidak	final.

                   Ketiga,	UU	No.	10/1994	juga	mengubah	ketentuan	dalam	Pasal	15	terkait	dengan	penerapan
                   norma	penghitungan	khusus	untuk	menghitung	penghasilan	neto	dari	wajib	pajak	tertentu



                   	                                                                                18
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25