Page 16 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 16

mendatang. 	Oleh	 karena	 itu,	 secara	 tidak	 langsung,	 konsep	 ring	 fencing	 berkaitan	 pula
                              84
                   dengan	prinsip	simetri	(symmetry	principle)	dalam	sistem	pajak.
                                                                            85
                   PPh	final	sendiri	dapat	dinyatakan	sebagai	salah	satu	perwujudan	dari	ring	fencing.	Dalam	hal
                   suatu	penghasilan	tertentu	diperlakukan	secara	khusus,	maka	atas	perhitungan	beban	pajak
                   atas	penghasilan	tersebut	tidak	boleh	dicampur/digabungkan	dengan	perhitungan	pajak	atas
                   penghasilan	lainnya.	Walau	demikian,	perlu	ditegaskan	bahwa	penerapan	ring	fencing	tidak
                   harus	selalu	diikuti	dengan	pengenaan	pajak	yang	bersifat	final.


                   C.  Hukum	Positif	di	Indonesia

                   Bagian	ini	akan	membahas	PPh	final	dari	hukum	positif	di	Indonesia,	terutama	dari	UU	PPh
                   beserta	turunannya.

                   C.1  Definisi	dalam	UU	PPh
                   Dalam	UU	PPh	yang	berlaku	saat	ini	tidak	ditemukan	definisi	secara	gamblang	mengenai	PPh
                   final.	Frasa	‘PPh	final’	tidak	ditemukan,	tetapi	frasa	‘bersifat	final’	justru	disebutkan	pada
                   beberapa	pasal,	yaitu:
                                       86
                   (i)   Pasal	4	ayat	(2),	pada	saat	menjelaskan	jenis	penghasilan	yang	dapat	dikenai	pajak
                         bersifat	final;

                   (ii)   Pasal	17	ayat	(2)	huruf	c,	pada	saat	menjelaskan	tarif	yang	dikenakan	atas	penghasilan
                         dividen	 yang	 diterima	 wajib	 pajak	 orang	 pribadi	 dalam	 negeri	 sebesar	 10%	 dan
                         bersifat	final;
                   (iii)  Pasal	17	ayat	7,	yang	menjelaskan	bahwa	pemerintah	berwenang	untuk	menentukan
                         tarif	 pajak	 tersendiri	 yang	 dapat	 bersifat	 final	 atas	 jenis	 penghasilan	 tertentu
                         sebagaimana	dimaksud	dalam	Pasal	4	ayat	(2);
                   (iv)  Pasal	26	ayat	(5),	pada	saat	menjelaskan	bahwa	pemotongan	pajak	yang	dikenakan	atas
                         penghasilan	tertentu	yang	diterima	SPLN	bersifat	final;

                   (v)   Penjelasan	Pasal	2	ayat	2,	yang	mengatur	bahwa	subjek	pajak	luar	negeri	(SPLN)	tidak
                         wajib	menyampaikan	SPT	karena	kewajiban	pajaknya	dipenuhi	melalui	pemotongan
                         pajak	yang	bersifat	final;
                   (vi)  Penjelasan	 Pasal	 4	 ayat	 (1),	 yang	 menjelaskan	 bahwa	 jika	 suatu	 jenis	 penghasilan
                         dikenai	pajak	dengan	tarif	yang	bersifat	final,	penghasilan	tersebut	tidak	boleh
                         digabungkan	dengan	penghasilan	lain	yang	dikenai	tarif	umum;
                   (vii)  Penjelasan	 Pasal	 8	 ayat	 (1),	 yang	 menjelaskan	 bahwa	 penghasilan	 istri	 dari	 satu
                         pemberi	 kerja	 dan	 telah	 dipotong	 oleh	 pemberi	 kerja	 bersifat	 final	 dan	 tidak
                         digabungkan	 dengan	 penghasilan	 suami.	 Lebih	 lanjut,	 dijabarkan	 pula	 bahwa
                         penghasilan	yang	tidak	bersifat	final	artinya	dapat	dikreditkan	terhadap	pajak	yang
                         terutang.	Dengan	demikian,	maka	sebaliknya	pajak	yang	bersifat	final	tidak	boleh
                         dikreditkan;
                   (viii)  Penjelasan	Pasal	22	ayat	(1),	bahwa	pemungutan	pajak	berdasarkan	Pasal	22	bertujuan
                         untuk	meningkatkan	partisipasi	pembayaran	pajak,	kesederhaanaan,	kemudahan,	dan




                   84 		 OECD,	“Taxation	of	SEMS’s	Key	Issues	and	Policy	Considerations,”	OECD	Tax	Policy	Studies	No.	18,	2009:
                       90.
                   85 		 Lihat	Vito	Tanzi	dan	Howell	Zee,	“Tax	Policy	for	Developing	Countries,”	Economic	Issues	No.	27	(2001).
                   86 		 Berdasarkan	konsolidasi	UU	No.	7	Tahun	1983	tentang	Pajak	Penghasilan	s.t.d.t.d	UU	No.	36	Tahun	2008
                       tentang	Perubahan	Keempat	UU	No.	7	Tahun	1983	(UU	PPh).


                   	                                                                                14
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21