Page 18 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 18

C.2.1  Rezim	UU	No.	7	Tahun	1983

                   Istilah	pajak	final	berdasarkan	UU	No.	7/1983,	sejatinya	hanya	ditujukan	kepada	penghasilan
                   yang	 diberikan	 oleh	 pemberi	 kerja	 kepada	 pegawai	 (Pasal	 21)	 dan	 penghasilan	 yang
                   dibayarkan	kepada	SPLN	(Pasal	26).	Untuk	penghasilan	yang	diberikan	oleh	pemberi	kerja
                   kepada	pegawai,	dapat	dilihat	pada	Pasal	21	ayat	(1),	ayat	(2),	ayat	(5)	dan	ayat	(7),	serta
                   Penjelasan	Pasal	21	ayat	(7).
                   Dalam	ketentuan	Pasal	21	dinyatakan	bahwa	setiap	orang	yang	tidak	mempunyai	penghasilan
                   lain	kecuali	penghasilan	sehubungan	dengan	pekerjaan,	maka	pajak	yang	telah	dipotong	atas
                   penghasilan	tersebut	merupakan	pelunasan	pajak	terutang	untuk	tahun	yang	bersangkutan.
                   Dengan	kata	lain,	PPh	yang	telah	dipotong	dinyatakan	final	dan	atas	karyawan	atau	orang
                   tersebut,	tidak	lagi	diwajibkan	menyampaikan	SPT	tahunan.

                   Untuk	Pasal	26,	pasal	ini	mengatur	tentang	pemotongan	pajak	bagi	SPLN,	yang	memuat	hal-
                   hal	 sebagai	 berikut:	 (i)	 dasar	 pemotongan	 pajak	 berupa	 jumlah	 bruto	 dari	 pembayaran-
                   pembayaran,	 (ii)	 tarif	 pajak	 sebesar	 20%;	 dan	 (iii)	 sifat	 pemotongannya,	 yaitu	 PPh	 yang
                   dipotong	 tersebut	 bersifat	 final.	 Adapun	 objek	 pajak	 dalam	 Pasal	 26	 terbatas	 pada
                   penghasilan	pasif,	yaitu	bunga,	dividen,	royalti,	sewa,	dan	sebagainya.	Dalam	Pasal	26	ini,
                   sebetulnya	sudah	diatur	mengenai	PPh	final	sebesar	20%	atas	keuntungan	sesudah	dikurangi
                   pajak	dari	suatu	bentuk	usaha	tetap	di	Indonesia	(branch	profit	tax),	namun	belum	ada	aturan
                   menteri	keuangan	yang	mengatur	lebih	lanjut.

                   Istilah	pajak	final	juga	termuat	dalam	Penjelasan	Pasal	8	ayat	(1)	yang	mengatur	tentang	tata
                   cara	 penggabungan	 penghasilan	 atau	 kerugian	 istri	 ke	 dalam	 penghasilan	 atau	 kerugian
                   suaminya.	Penghasilan	isteri	dianggap	telah	dipotong	pajak	final	apabila	penghasilan	tersebut
                   telah	 dipotong	 PPh	 Pasal	 21	 dan	 tidak	 ada	 hubungannya	 dengan	 usaha	 suami. 	Kendati
                                                                                             91
                   demikian,	penghitungan	pajak	terutangnya	tetap	mengacu	pada	tarif	pajak	progresif	yang
                   diatur	dalam	Pasal	17	atau	mekanisme	umum.

                   Adapun	Pasal	4	ayat	(2)	sebagai	landasan	pemerintah	untuk	mengenakan	pajak	final	awalnya
                   hanya	 ditujukan	 untuk	 bunga	 deposito	 berjangka	 dan	 tabungan	 lainnya,	 yang	 berbunyi
                   sebagai	berikut:

                          “Pengenaan	 pajak	 atas	 bunga	 deposito	 berjangka	 dan	 tabungan-tabungan	 lainnya
                          diatur	lebih	lanjut	dalam	Peraturan	Pemerintah.”
                                                                       (dengan	penambahan	penekanan)

                   Pendelegasian	 tersebut	 kemudian	 diatur	 dalam	 Peraturan	 Pemerintah	 (PP)	 No.	 37	 Tahun
                   1983	tentang	Pajak	atas	Bunga	Deposito	Berjangka	dan	Tabungan-Tabungan	Lainnya.	Dalam
                   aturan	tersebut	hanya	dinyatakan	bahwa	pelaksanaan	pengenaan	PPh	atas	bunga	deposito
                   berjangka	dan	tabungan-tabungan	lainnya	milik	penduduk	Indonesia	ditangguhkan	sampai
                   saat	yang	ditentukan	kemudian	oleh	Pemerintah.

                   Selanjutnya,	 pemerintah	 menerbitkan	 PP	 No.	 13	 Tahun	 1988	 tentang	 Pajak	 atas	 Bunga
                   Deposito	 Berjangka,	 Sertifikat	 Deposito	 dan	 Tabungan	 yang	 mengatur	 bahwa	 atas
                   penghasilan	 berupa	 bunga	 deposito	 berjangka,	 sertifikat	 deposito	 dan	 tabungan	 milik
                   perorangan	dan	badan	dikenakan	PPh	sebesar	15%	dan	bersifat	final.
                   Setahun	kemudian,	pemerintah	kembali	menerbitkan	aturan	tentang	pajak	final	atas	bunga
                   deposito	berjangka	dan	tabungan	dalam	PP	No.	21	Tahun	1989	s.t.d.d.	PP	No.	54	Tahun	1990


                   91 		 Untuk	lebih	jelasnya,	dapat	dilihat	pada	ilustrasi	contoh	dalam	Penjelasan	Pasal	8	ayat	(1)	UU	No.	7/
                       1983.


                   	                                                                                16
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23