Page 14 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 14
secara otomatis menutup kemungkinan adanya perilaku ketidakpatuhan yang dilakukan
wajib pajak secara signifikan.
71
Secara empiris, skema withholding tax berhasil dalam meningkatkan kepatuhan dan
pembayaran pajak. 72 Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mekanisme ini menjadi
andalan di berbagai negara berkembang, yang menghadapi rendahnya kepatuhan pajak
73
namun memiliki kebutuhan penerimaan pajak yang tinggi untuk keperluan pembangunan.
Selain efektif, mekanisme ini juga dianggap efisien mengurangi biaya pemungutan PPh bagi
pemerintah. Menurut Dušek dan Bagchi, terdapat beberapa penelitian yang mengonfirmasi
74
yang memberikan bukti empiris bahwa withholding tax dapat meningkatkan efisiensi
pemerintah. 75 Mekanisme ini juga dapat membantu pemerintah dalam pengelolaan
anggaran, karena cash flow yang masuk ke pemerintah lebih cepat diterima.
76
Di sisi lain, pemungutan pajak dianggap kompleks, membebani arus kas perusahaan rekanan,
serta menimbulkan biaya administrasi terkait kepatuhan wajib pajak. Selain itu, dari sisi
pemungut atau pemotong pajak, mekanisme ini menambah biaya yang harus dikeluarkan.
Pemungut atau pemotong pajak diharuskan menanggung biaya administrasi dalam rangka
pengumpulan pajak. Lebih lanjut lagi, apabila terdapat kekeliruan ataupun keterlambatan
dalam pemungutan atau pemotongan pajak, agen tersebut akan menanggung sanksi
administrasi berupa penambahan pembayaran pajak ataupun sanksi administrasi lainnya.
77
Artinya, mekanisme ini membebani pihak lain yang ditunjuk sebagai agen pemungut atau
pemotong pajak.
Pada kenyataannya, tanggungjawab yang besar tersebut umumnya diserahkan kepada wajib
pajak badan (perusahaan). Fenomena ini seperti yang telah dinyatakan oleh Bird, “The key to
effective taxation is information, and the key to information in the modern economy is the
corporation (including particularly, but not exclusively, financial corporations such as banks).”
78
Dengan demikian, perusahaan tidak hanya menanggung kewajiban untuk menyetorkan pajak
yang menjadi tanggungannya namun juga bertanggung jawab dalam menyetorkan pajak yang
menjadi tanggungan wajib pajak lain.
79
Terdapat dua pendekatan yang dipergunakan untuk memperlakukan withholding tax, yaitu
(i) sebagai angsuran pembayaran pajak (advance payment) yang dapat dikreditkan terhadap
seluruh utang pajak yang dihitung di akhir tahun pajak, dan (ii) sebagai pemungutan pajak
final yang tidak perlu diperhitungkan kembali terhadap seluruh utang pajak yang dihitung di
akhir tahun pajak.
80
B.3.3 Ring Fencing
Setiap negara memiliki kebebasan dalam memberikan perlakuan pajak yang berbeda bagi
subjek pajak dan/atau objek penghasilan tertentu. 81 Tanpa adanya suatu penegasan
71 Jorge Martinez-Vazquez, Gordon B. Harwood, dan Ernest R. Larkins, “Withholding Position and Income
Tax Compliance: Some Experimental Evidence,” Public Finance Review Vol. 2 (1992): 152-174.
72 Piroska Soos, Loc.Cit.
73 Michael Carnahan, “Taxation Challenges in Developing Countries,” Asia & Pacific Policy Studies Vol. 2 No.
1 (2015): 176.
74 Karl Frieden, Ashley Giles, dan Josh Howell, “Global Withholding Taxes: The Awakening Giant,” Tax Notes
International, 17 September 2012: 1147.
75 Libor Dušek dan Sutirtha Bagchi, Op.Cit, 3.
76 OECD, Withholding & Information Reporting Regimes for Small/Medium-sized Businesses & Self-employed
Taxpayers (Paris: OECD Publishing, 2009), 9.
77 Christian Vossler dan Michael McKee, Op.Cit, 12.
78 Richard M. Bird, “Why Tax Corporations?” Bulletin for International Taxation (Mei, 2002): 199.
79 Lihat Anna Milanez, “Legal Tax Liability, Legal Remittance Responsibility and Tax Incidence: Three
Dimensions of Business Taxation,” OECD Taxation Working Papers No. 32 (Paris: OECD Publishing, 217).
80 Mansury (1992), Op.Cit, 189.
81 Dewasa ini, isu mengenai perlakuan khusus atau rezim tertentu menjadi sorotan terutama jika perlakuan
khusus tersebut justru diberikan terhadap SPLN, bersifat diskriminatif, dan berupaya menarik non-real
12