Page 60 - Indonesia Taxation Quarterly Report (Q2-2019)
P. 60
INDONESIA TAXATION QUARTERLY REPORT Q2-2019
Tabel 10 Ilustrasi Tarif Pajak Efektif dengan Sistem Pisah Sebagai ilustrasi, dengan menggunakan
Tarif contoh Tabel 7 sebelumnya namun atas
laba perseroan yang dibagikan sebagai
Beban Beban Beban
PPh OP PPh PPh OP dividen dikenakan pajak yang lebih
Skema Badan Skema rendah daripada laba yang tidak dibagi
A* B** (misal, dividen dikenakan pajak dengan
A. Tingkat perseroan: tarif 15% dan laba yang tidak dibagi
1. Laba perseroan 6.000 dikenakan pajak dengan tarif 30%), maka
2. Pajak penghasilan 15% (1x2) 900 kombinasi beban pajak dalam sistem
pisah tarif dapat dilihat pada Tabel 10.
B. Tingkat pemegang saham:
3. Tarif pajak penghasilan 20% 40% Apabila tidak terdapat pembagian
4. Dividen (1-2) 5.100 5.100 dividen, pajak penghasilan pada tingkat
5. Pajak penghasilan (3x4) 1.020 2.040 perseroan dikenakan pajak berdasarkan
C. Kombinasi beban pajak penghasilan: tarif 30%. Permasalahan akan timbul
6. Total pajak penghasilan (2+5) 1.920 2.940 apabila kemudian terdapat pembagian
dividen, bagaimana dengan perlakuan
7. Tarif efektif pajak penghasilan 32% 49% terhadap pajak yang telah dibayar
(6:1) sebesar 30% tersebut? Apakah dapat
8. Overtaxation {(7-3):3} 60% 22,5% direstitusi? Oleh karena dividen yang
9. Tax relief {(classical overtaxation 50% 50% dibagikan kepada pemegang saham
-8):classical overtaxation)} juga akan dikenakan pajak berdasarkan
*Beban PPh OP-Skema A: Tarif PPh Orang Pribadi sebesar 20% atau lebih tarif yang lebih rendah yaitu sebesar 15%,
rendah dari tarif pajak perseroan. maka pembayaran pajak sebesar 30%
**Beban PPh OP-Skema B: Tarif PPh Orang Pribadi sebesar 40% atau lebih
tinggi dari tarif pajak perseroan. tersebut dapat diperhitungkan kembali
Tabel 11 Ilustrasi Tarif Pajak Efektif dengan Sistem dengan utang pajak yang sebenarnya
(15%). Jerman merupakan negara yang
Imputasi
pernah menerapkan sistem pisah tarif,
Beban Beban Beban mulai dari tahun 1953 sampai 2000.
75
PPh OP PPh PPh OP Namun, saat ini tidak ada lagi negara
Skema Badan Skema OECD yang menerapkan sistem ini.
A* B**
A. Tingkat perseroan: Sistem Imputasi (Imputation System)
1. Laba perseroan 6.000
2. Pajak penghasilan 30% (1x2) 1.800 Sistem imputasi ini disebut juga sebagai
B. Tingkat pemegang saham: sistem kredit pajak karena dalam cara
3. Tarif pajak penghasilan 20% 40% penghitungannya mengkreditkan pajak
4. Dividen neto (1-2) 4.200 4.200 perseroan pada pajak penghasilan
5. Imputasi pajak penghasilan 840 840 pemegang saham dan bersamaan
(20%x4) dengan itu pemegang saham harus meng
6. Dividen (4+5) 5.040 5.040 “gross-up” penghasilan kena pajaknya
dengan laba kena pajak perseroan secara
7. Pajak penghasilan (3x6) 1.008 2.016 proporsional. Sistem imputasi dapat
76
8. Kredit pajak (5) 840 840 dilakukan dengan cara sepenuhnya (full
9. Pajak penghasilan neto (7-8) 168 1.176 imputation) atau dengan cara sebagian
C. Kombinasi beban pajak penghasilan: (partial imputation).
10. Total pajak penghasilan (2+9) 1.968 2.976 Dalam sistem imputasi sepenuhnya
11. Tarif pajak efektif (10:1) 32% 49% menghitung seluruh pajak perseroan
12. Overtaxation {(11-3):3} 60% 22,5% untuk ditambahkan sebagai penghasilan
13. Tax relief {(classical overtaxation 50% 50% dividen bruto pemegang saham dan
-12):classical overtaxation)} lantas mengurangkan lagi sebagai kredit
*Beban PPh OP-Skema A: Tarif PPh Orang Pribadi sebesar 20% atau lebih pajak terhadap pajak yang terutang
rendah dari tarif pajak perseroan. dari pemegang saham. Sementara itu,
**Beban PPh OP-Skema B: Tarif PPh Orang Pribadi sebesar 40% atau lebih
tinggi dari tarif pajak perseroan.
75 Dari tahun 1977 sampai 2000, sistem pisah tarif di Jerman diterapkan bersamaan dengan
sistem imputasi penuh. Lihat Peter A. Harris, Corporate Tax Law: Structure, Policy and Practice
(Cambridge: Cambridge University Press, 2013), 270.
76 Gunadi, Op.Cit., 28.
48