Page 40 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 40
perhitungan dan pembayaran PPh yang diisolasikan tersebut dilakukan secara simetris,
dianggap merepresentasikan pajak terutang yang final, dan kurang signifikan untuk menjadi
bagian dari pelaporan pajak. Sedangkan, walau sering diasosiasikan dengan mekanisme
pemungutan withholding tax, PPh final bisa juga dipungut melalui self-assessment.
Singkatnya, dapat disimpulkan bahwa PPh final merupakan solusi yang dipilih dalam rangka
perubahan filosofi, sistem, serta kebijakan dalam area pajak penghasilan. Berbagai perubahan
tersebut pada dasarnya bersifat menyelaraskan sistem PPh di Indonesia dengan berbagai
tantangan. Sebagai suatu solusi, PPh final dipilih karena memiliki administrative feasibility,
walau belum tentu mencerminkan first-best policy.
D.2.2 Pengelompokan Berdasarkan Karakteristik
Redefinisi atas PPh final pada bagian sebelumnya memberikan kesan bahwa PPh final adalah
sesuatu yang berlaku secara umum dan tidak memiliki karakteristik yang jelas. Namun
demikian, pada dasarnya dari sekian banyak ketentuan PPh yang bersifat final tersebut dapat
dikategorikan menjadi kelompok yang lebih spesifik. Bagian ini akan memaparkan hal
tersebut.
D.2.2.1 Kelompok A
Kelompok pertama (A) adalah ketentuan PPh final yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima oleh SPLN dan merupakan international best practices. Pada UU PPh yang berlaku
saat ini (UU No. 36/2008), kelompok A merupakan jenis pemungutan yang bersifat final yang
terdapat dalam Pasal 26. Termasuk di dalamnya adalah dividen, bunga, hadiah dan
penghargaan, penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, dan sebagainya.
Pada kelompok ini jenis penghasilan yang dikenakan ialah bervariasi yang mencakup aliran
penghasilan dari modal, pekerjaan, kegiatan usaha, dan lain-lain. Dikenakan dengan tarif yang
bervariasi antara 1%-20% (termasuk tarif efektif) terhadap penghasilan bruto melalui
mekanisme withholding (kecuali atas branch profit tax). Pengenaan pajak final bersifat pasti
(tidak mengandung kata ‘dapat’). Karakteristik utama dari kelompok ini ialah bersifat final
karena dikenakan kepada SPLN yang tidak memiliki kewajiban pelaporan dan pembayaran
pajak di Indonesia.
D.2.2.2 Kelompok B
Kelompok B adalah jenis penghasilan yang dikenakan final karena diduga sebagai implikasi
dari penerapan schedular tax system serta dual income tax. Dalam UU No. 36/ 2008, kelompok
ini bisa ditemui pada Pasal 4 ayat (2) kecuali atas pemajakan atas peredaran bruto tertentu
(pajak UMKM) dan jasa konstruksi, serta Pasal 17 ayat (2c). Jenis penghasilan yang dikenakan
atas kelompok ini merupakan penghasilan dari modal dan lain-lain (hadiah undian) yang
diterima oleh SPDN. Dengan kata lain, penghasilan yang dikenakan PPh final atas kelompok
ini bersifat passive income. Pajak terutang dihitung berdasarkan tarif antara 0%-25%
terhadap penghasilan bruto dan dipungut melalui mekanisme withholding (kecuali untuk
pengalihan tanah dan/atau bangunan yang berupa self-assessment).
Berbeda dengan kelompok A, pengenaan pajak final bersifat opsional (mengandung kata
‘dapat’), kecuali untuk Pasal 17 ayat (2c). Atas penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final
tersebut akan menjadi lampiran dalam SPT tahunan, sehingga terdapat pemisahan (tidak
boleh digabungkan maupun dikreditkan) terhadap penghasilan yang dikenakan perlakuan
(tarif) umum. Implementasi PPh final atas kelompok B adalah beriringan dengan rezim umum,
35