Page 45 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 45

perusahaan	di	India	adalah	sebesar	87,35%	dari	total	penerimaan	pajak. 123 	Hasil	tersebut	juga
                   mirip	dengan	temuan	di	Amerika	Serikat,	yaitu	83,74%. 124
                   Lebih	lanjut	lagi,	studi	yang	dilakukan	oleh	Milanez	di	24	negara	OECD	juga	patut	menjadi
                   catatan.	 Dalam	 studi	 tersebut,	 ditemukan	 bahwa	 rata-rata	 sebesar	 78,8%	 dari	 total
                   penerimaan	pajak	di	24	negara	OECD	pada	tahun	2014	berasal	dari	setoran	wajib	pajak	badan,
                   baik	atas	beban	pajaknya	atau	beban	pajak	dari	wajib	pajak	lainnya.	Khusus	untuk	setoran
                   pajak	wajib	pajak	lainnya	yang	diemban	oleh	perusahaan,	kontribusinya	mencapai	45,3%. 125

                   Dari	penjelasan	tersebut,	metode	pemungutan	PPh	final	dengan	mekanisme	withholding	tax
                   berpotensi	menciptakan	tingginya	biaya	kepatuhan	(cost	of	compliance)	dan	memiliki	risiko
                   terhadap	kepatuhan	jangka	panjang.

                   Kedua,	metode	simplifikasi	dengan	presumptive	tax.	Pemajakan	dalam	bentuk	presumptive	tax
                   menggunakan	suatu	asumsi	atau	dugaan	dalam	menghitung	beban	pajak	yang	terutang. 126
                   Presumptive	tax	umumnya	diimplementasikan	bagi	sektor	atau	wajib	pajak	yang	relatif	sulit
                   untuk	 dipajaki	 (hard	 to	 tax)	 karena	 kesulitan	 untuk	 memperoleh	 informasi	 mengenai
                   penghasilan	ataupun	transaksi	yang	dapat	menjadi	indikasi	tambahan	kemampuan	ekonomis.
                   Di	Indonesia,	hal	ini	dapat	dilihat	pada	pengenaan	pajak	UKM	-seperti	tertera	pada	PP	No.
                   23/2018-,	PPh	final	atas	jasa	konstruksi,	maupun	PPh	Pasal	15.
                   Melalui	kebijakan	presumptive	tax,	pemerintah	memiliki	kesempatan	untuk	memperluas	basis
                   pajak	dari	wajib	pajak	atau	sektor	yang	sulit	untuk	dipajaki.	Di	banyak	negara,	kebijakan
                   presumptive	umumnya	diberikan	kepada	usaha	kecil	dan	menengah	dengan	pertimbangan
                   upaya	 meningkatkan	 partisipasi	 pembayaran	 pajak	 melalui	 skema	 yang	 mudah,	 dengan
                   mengingat	 bahwa	 pelaku	 usaha	 berskala	 kecil-menengah	 tersebut	 memiliki	 keterbatasan
                   dalam	 melakukan	 pembukuan. 127 	Metode	 yang	 dipergunakan	 untuk	 menduga	 nilai	 dasar
                   pengenaan	 pajak	 bisa	 berbasis	 aset	 maupun	 penghasilan	 bruto.	 Tarif	 yang	 dipergunakan
                   umumnya	sangat	rendah	dan	berbeda	dengan	tarif	umum	maupun	tarif	withholding	tax	atas
                   penghasilan	pasif.	Hal	ini	dikarenakan	aliran	penghasilan	yang	dikenakan	presumptive	tax
                   merupakan	penghasilan	dari	kegiatan	usaha. 128
                   Tanpa	didesain	dengan	baik,	pengenaan	pajak	yang	berbeda	dengan	rezim	umum	tersebut
                   dapat	berakibat	negatif	bagi	kepatuhan	jangka	panjang.	Sebagai	contoh,	penentuan	threshold
                   yang	kurang	ideal	serta	absennya	ketentuan	mengenai	durasi	penggunaan	rezim	presumptive
                   tax	 bisa	 mendorong	 perencanaan	 pajak	 yang	 agresif,	 salah	 satunya	 melalui	 fragmentasi
                   usaha. 129
                   Selain	kedua	kebijakan	di	atas,	penerapan	schedular	tax	system	serta	dual	income	tax	juga
                   berpotensi	menimbulkan	praktik	income	shifting.	Hal	ini	terjadi	jika	perbedaan	tarif	pajak
                   antara	penghasilan	yang	dikenakan	atas	penghasilan	dari	modal	berbeda	jauh	dengan	tarif

                   123 		 Joel	Slemrod	dan	Tejaswi	Velayudhan,	“Do	Firms	Remit	At	Least	85%	of	Tax	Everywhere?	New	Evidence
                       from	India,”	University	of	Michigan	Working	Paper	(17	Mei,	2017).
                   124 		 Kevin	Christensen,	Robert	J.	Cline,	dan	Thomas	S.	Neubig,	“Total	Corporate	Taxation:	Hidden,	Above-the-
                       Line,	Non-Income	Taxes,”	State	Tax	Notes	(12	November,	2001):	525-531.
                   125 		 Anna	Milanez,	“Legal	Tax	Liability,	Legal	Remittance	Responsibility	and	Tax	Incidence:	Three	Dimensions
                       of	Business	Taxation,”	OECD	Taxation	Working	Papers	No.	32	(Paris:	OECD	Publishing,	2017).
                   126 		 Victor	Thuronyi,	“Presumptive	Taxation,”	dalam	Tax	Law	Design	and	Drafting,	Victor	Thuronyi,	ed.	(IMF,
                       1996):	1.
                   127 		 Lihat	OECD,	Taxation	of	SMEs	in	OECD	and	G20	Countries,	OECD	Tax	Policy	Studies,	No.	23	(Paris:	OECD
                       Publishing,	2015).
                   128 		 OECD,	Taxation	of	SMEs:	Key	Issues	and	Policy	Considerations,	OECD	Tax	Policy	Studies,	No.18	(Paris:
                       OECD	Publishing,	2009).
                   129 		 Richard	M.	Bird	dan	Sally	Wallace,	“Is	It	Really	So	Hard	to	Tax	the	Hard-to-Tax?	The	Context	and	Role	of
                       Presumptive	Taxes,”	ITP	Paper	0307	(Desember	2003):	19-23.


                   	                                                                                40
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50