Page 46 - Working Paper (Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia)
P. 46
pajak penghasilan yang berlaku secara umum (progresif). Wajib pajak akan cenderung
mengkarakterisasikan penghasilannya sebagai penghasilan dari modal dalam rangka
mendapatkan tarif pajak yang lebih rendah, seperti halnya di Finlandia. 130 Namun demikian,
skema pemungutan yang bersifat final di Indonesia bisa jadi justru telah membuat beban
pajak atas penghasilan dari modal secara relatif lebih tinggi dari tarif rata-rata pajak
penghasilan dari pekerjaan. Sebagai akibatnya, dalam rangka menghindari pajak atas
penghasilan dari modal -terutama pada situasi pemotong penghasilan dan penerima
penghasilan terafiliasi semisal pada kasus pajak dividen- penghasilan justru dikarakterisasi
sebagai penghasilan dari pekerjaan. 131
E.2 PPh Final dan Penerimaan
Bagi pemerintah, pengenaan PPh dengan tarif final sangat menguntungkan bagi penerimaan
negara (revenue adequacy principle). Hal ini dikarenakan penghasilan yang telah dikenakan
pajak penghasilan final tidak dilaporkan dan diperhitungan sebagai penghasilan kena pajak
dan seluruh beban yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh penghasilan final tidak boleh
dikurangkan. Lebih lanjut lagi, PPh final dengan skema withholding tax juga dianggap efektif
dalam meningkatkan penerimaan negara. 132 Skema ini juga dapat membantu pemerintah
dalam pengelolaan anggaran, 133 karena cash flow yang masuk ke pemerintah lebih cepat
diterima.
Pemungutan PPh final yang berbasis kesederhanaan -seperti halnya pajak UKM- juga
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan kepatuhan pelaku usaha yang selama ini
‘berada di luar radar otoritas pajak’. Dengan demikian, target penerimaan pajak akan lebih
mudah tercapai.
Walau demikian, argumen bahwa PPh final bersifat pro terhadap penerimaan juga bisa
diperdebatkan. Pengenaan yang berbasis pada penghasilan bruto juga menciptakan adanya
risiko tax gap. Secara umum, tax gap didefinisikan sebagai kesenjangan (gap) antara potensi
dari basis pajak secara ekonomi dengan realisasinya. 134 Dengan menggunakan pendekatan
yang lebih menyeluruh, perbedaan antara potensi dengan realisasi yang tercermin dalam tax
gap ini sendiri mencakup dua faktor utama, yakni efek kepatuhan (compliance gap) dan efek
dari pemilihan kebijakan (policy gap). 135
Secara khusus, policy gap merupakan jumlah pajak yang tidak dapat dikumpulkan oleh
pemerintah sebagai akibat dari keputusan pemerintah yang memilih untuk tidak memajaki
130 Lihat Jukka Pirttila dan Hakan Selin, “Income Shifting within a Dual Income Tax System: Evidence from
the Finnish Tax Reform of 1993,” Scandinavian Journal of Economics, Vol. 113. No. 1 (2011): 120-144.
131 Sering disebut sebagai disguised dividend (dividen terselubung).
132 Christian Vossler dan Michael McKee, “Behavioral Effects of Tax Withholding on Tax Compliance:
Implications for Information Initiatives,” Department of Economics Working Paper No. 15-12 (2015): 1.
133 OECD, Withholding & Information Reporting Regimes for Small/Medium-sized Businesses & Self-employed
Taxpayers (Paris: OECD Publishing, 2009), 9.
134 Eric Hutton, The Revenue Administration—Gap Analysis Program: Model and Methodology for Value-Added
Tax Gap Estimation (Washington D.C.: IMF Fiscal Affairs Department, 2017), 3 – 5.
135 IMF, “United Kingdom: Technical Assistance Report—Assessment of HMRC’s Tax Gap,” IMF Country
Report 13/314 (Oktober 2013): 11.
41